Tragedi Kanjuruhan, PBHI: Tembakan Gas Air Mata Diduga Ada Perintah Atasan dan Disengaja
PBHI menduga adanya perintah atasan dan disengaja terkait penembakan gas air mata saat kerusuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022).
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM (PBHI), Julius Ibrani menduga penembakan gas air mata oleh kepolisian dalam kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) adalah perintah atasan dan mengandung unsur kesengajaan.
Hal tersebut lantaran gas air mata yang ditembakan langsung mengarah ke kerumunan penonton.
Sehingga, katanya, tindakan ini bukan dalam niataan untuk mengamankan tetapi melukai penonton.
"Kalau gas air mata langsung ke tengah badan penonton, dan di situ kita bisa lihat di antara mereka ada yang menggendong anak kecil, itu sudah jelas-jelas tujuannya bukan melumpuhkan tapi melukai," ujarnya dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Rabu (5/10/2022).
Selain itu, Julius juga menganggap adanya unsur kesengajaan dalam penembakan gas air mata ke arah penonton yang dibuktikan dengan tidak adanya langkah persuasif dilakukan terlebih dahulu oleh pihak pengamanan.
Baca juga: Kapolres Malang Dicopot Buntut Tragedi Kanjuruhan, Sara Institute: Tak Perlu Tendensius pada Polri
Langkah persuasif yang dimaksud seperti penggiringan penonton yang berada di tribun agar keluar terlebih dahulu dari stadion hingga peringatan verbal.
"Sebelum penembakan gas air mata apakah sudah ada tahapan untuk dinamisasi massa yang crowded, kenapa tidak keluar, digiring keluar perlahan, kenapa tidak persuasif, peringatan verbal, lisan (kepada penonton)," jelasnya.
Sementara terkait adanya perintah dari atasan, kata Julian, hal tersebut dapat dilihat dari tembakan gas air mata yang diarahkan ke seluruh penjuru stadion.
"Maka ini ada unsur komando. Pertama dia menggunakan, kedua ditembakkan sengaja dengan ritme yang sama. Ini yang perlu dicari ke depannya," katanya.
Julian menambahkan jika dugaan dari pihaknya terbukti benar maka pemberi perintah harus dihukum secara pidana bukan cuma sanksi etik.
"Saya pikir dari berbagai unsur yang kita lihat, ini tidak sesederhana tindak pidana atau etik belaka. Membunuh orang itu bukan persoalan etika," tegasnya.
"Jadi kalau sudah ada unsur kesengajaan, tadi ada keserentakan dalam menindak yaitu berupa menembakkan gas air mata. Lalu yang belum diketahui, apakah ini ada komandonya," imbuhnya.
Baca juga: Poin-poin Arahan Presiden Jokowi Soal Tragedi Kanjuruhan: Evaluasi Menyeluruh hingga Bentuk TGIPF
Dua poin yang disebutkan itu, katanya, menjadikan adanya dugaan lain yang konteksnya lebih besar yaitu unsur pelanggaran HAM karena dilakukan dengan sistematis.
Sehingga, Julian mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan dan mengusut tuntas tragedi yang menewaskan 131 orang ini.