Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Pertanyakan Kerugian Negara di Kasus Surya Darmadi yang Berubah

Surya Darmadi alias Apeng didakwa telah merugikan perekonomian negara akibat bisnis perkebunan kelapa sawit

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Pakar Pertanyakan Kerugian Negara di Kasus Surya Darmadi yang Berubah
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Bos Duta Palma Group, Surya Darmadi, ketika hendak dipakaikan baju tahanan usai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/10/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Surya Darmadi alias Apeng didakwa telah merugikan perekonomian negara akibat bisnis perkebunan kelapa sawit yang dilakukan perusahaannya di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau sejak tahun 2004 hingga 2022. 

Namun, jumlah kerugian negara yang diklaim Kejaksaan Agung (Kejagung) berubah- ubah. 

Terhadap hal ini, sejumlah pihak mempertanyakan akurasi dan dasar perhitungan.

Pengamat tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih, berpendapat kejaksaan sebaiknya tidak tergesa-gesa menyebut nominal kerugian negara. 

Ia menyebut, kerugian negara itu terbagi dua, yaitu kerugian keuangan negara dan perekonomian negara karena korupsi itu. 

Yenti menyayangkan klausul "potensi kerugian negara" dihilangkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

“Jadi ada kondisi kerusakan lahan atau potensi-potensi yang dihitung kerusakan tanah karena ditanami sawit itu harus ada dana reboisasi. Saya berpikir, sayang sekali pada waktu potensi kerugian negara dihilangkan oleh MK. Harusnya potensi, ngitung itu nanti yang penting ada potensi kerugian negara sudah cukup,” ujar mantan panitia seleksi pimpinan KPK itu dalam keterangannya, Jumat (7/10/2022). 

Berita Rekomendasi

Terakhir, Surya disebut merugikan Negara sebesar Rp86,5 triliun. 

Jumlah ini berbeda ketika Surya Darmadi ditetapkan sebagai tersangka, yakni Rp78 triliun.  

Kemudian dalam perkembangannya, Kejagung mengumumkan bahwa jumlah kerugian negara yang timbul sebesar Rp104 triliun.

Baca juga: Tak Terima Eksepsi Ditolak, Surya Darmadi Bakal Buktikan Kesahihan Kepemilikan Tanah

Yenti mengatakan, proses sidang sebaiknya juga membuka siapa saja yang terlibat, termasuk jika memang ada penyerobotan lahan dan hak guna hutannya tidak beralih sama sekali, maka ada pembiaran. 

“Kemudian, penghitungan-penghitungan saya dengarkan dari ahlinya ternyata ada, kita harus melek hukum juga bahwa kalau ada seperti ini, lingkungan dirusak, pemulihan hak atas hutan itu kondisi tanahnya harus kembali semula. Itu dihitung, reboisasinya berapa? Kemudian setelah diuntungkan, berapa keuntungan yang ada itu harus disita dan itu digunakan apa aliran TPPU. Katanya ada 18 ahli yang akan dihadirkan di sidang, bukan hanya ahli korupsi dan TPPU, tapi ada ahli dari BPKP, ahli kehutanan, dan ahli lingkungan,” kata dia. 

Menurutnya, jika ada oknum yang melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kekuasaan kemudian ada orang diuntungkan baik dirinya atau orang lain, itu pasti menimbulkan kerugian negara. 

“Karena ditulis harus ada kerugian negara, jadi harus dihitung dan perhitungan itu memperlama (proses hukum). Jadi menurut saya, hitung-hitungannya seperti itu kita kawal saja. Awalnya berapa? Sekarang berapa? Baru tahu saat dakwaan menjadi Rp84 triliun. Ya itu harus dijelaskan saja. Makanya jangan dirilis dulu kalau belum jelas, tapi nanti akan kita dengarkan (di sidang),” kata dia. 

Dikatakannya, cara melakukan penghitungan memang selayaknya dari BPKP. 

Dia berharap kejaksaan tidak terburu-buru mengumumkan kerugian negara, jika perhitungannya belum rampung.

“Nanti malah menimbulkan kecurigaan kan. enggak boleh berubah-ubah gitu, nanti saja diumumkannya, kalau sudah dakwaan jaksa penuntut umum, jadi jangan suka membocorkan yang belum pasti. Meskipun, kita harus awasi. Jangan-jangan enggak diumumkan malah dipotong, hilang sitaannya,” katanya. 

Ia juga berharap kejaksaan juga tidak menyita aset-aset jika belum pasti hal itu sebagai barang bukti korupsi. 

Jika memang perusahaan Duta Palma tidak bisa menggaji karyawan karena disita kejaksaan, lanjut Yenti, maka harus dipisahkan uang perusahaan yang sah, dan uang perusahaan yang diduga hasil kejahatan.

“Kalau memang ada uang perusahaan sendiri, ya itu haknya. Tetapi, kalau itu ternyata perusahaan hasil kejahatan dan orang minta gaji ya enggak mungkin kan. Makanya, DPR harus segera memiliki UU perampasan aset, sehingga nanti di situ diaturnya,” kata Yenti. 

Ia menyebut, perampasan aset termasuk pemblokiran rekening juga harus melindungi orang-orang yang beritikad baik, seperti karyawan yang tidak tahu apa-apa.

Pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir, menyebutkan sisi lain dari perhitungan kerugian negara.

Baca juga: Surya Darmadi Keberatan atas Dakwaan JPU, Kuasa Hukum: Seharusnya Surya Kena Sanksi Administratif

Dia menegaskan, dalam perkara korupsi yang berkompeten menghitung kerugian keuangan negara adalah BPK RI. 

Pasalnya, penggunaan uang negara atau uang yang harusnya masuk ke negara, akan disusun laporan pertanggungjawaban oleh BPK RI.

“Kalau yang melakukan audit bukan BPK RI, berarti uang tersebut bukan keuangan negara atau tidak termasuk keuangan Negara,” kata dia. 

Mudzakkir melanjutkan, jika ada beberapa auditor privat yang melakukan audit dan menghasilkan hasil audit berbeda beda yang diperbaiki sampai dengan tiga kali perbaikan yang diklaim JPU sebagai kerugian keuangan negara, maka patut diragukan kebenarannya. 

“Diduga dalam melakukan audit tidak sesuai dengan standar audit, atau berbeda dengan audit investigasi yang ditetapkan oleh BPK RI,” kata dia. 

Auditor yang berani mengklaim kerugian keuangan tersebut, kata dia, wajib membuktikan bahwa laporan penggunaan keuangan tersebut adalah keuangan negara dan terjadinya kerugian negara yang kemudian dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. 

“Jika tidak bisa dibuktikan, maka kerugian tersebut bukan kerugian keuangan negara,” jelasnya. 

Menanggapi hal ini, Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, menyatakan tak ada perubahan angka kerugian negara dan perekonomian negara dalam kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Duta Palma Group. 

Hanya saja, kata Febrie, ada beberapa item kerugian perekonomian negara yang timbul dalam kasus ini beluk dimasukkan.

"Nilai sih enggak berubah. Ahli akan tampil di persidangan untuk menjelaskan secara teknis. Jaksa akan mempertahankan di persidangan," kata Febrie. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, sebelumnya menjelaskan jumlah kerugian negara yang benar akibat perbuatan Surya Darmadi adalah yang disampaikan (JPU melalui surat dakwaannya. 

Menurut Ketut, jumlah tersebut telah dilakukan perbaikan berdasarkan perhitungan para ahli yang dilibatkan oleh Kejagung.

Ketut menjelaskan, angka Rp86,5 triliun diperoleh dari dugaan Surya Darmadi telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp7.593.068.204.327 dan 7.885.857,36 dolar AS yang apabila dikurskan saat ini adalah Rp117.460.633.962,94. Totalnya berarti adalah Rp7.710.528.838.289.

Kemudian, angka itu juga ditambahkan dengan dugaan kerugian keuangan negara Rp4.798.706.951.640 dan 7.885.857,36 dolar AS yang bila dikurskan saat ini adalah Rp117.460.633.962,94. Totalnya berarti adalah Rp4.916.167.585.602.

Baca juga: Kuasa Hukum Surya Darmadi Sebut Dakwaan Jaksa Dibuat Terburu-buru: Belum Saatnya Dibawa ke Sidang

Jumlah tersebut juga ditambah dengan dugaan kerugian perekonomian negara Rp73.920.690.300.000. Bila semuanya dihitung, maka total kerugian yang dibuat Surya Darmadi adalah Rp86.547.386.723.891.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas