Soal Tragedi Kanjuruhan, Polri Dikritik New York Times dan Disindir Profesor Asing
Kembali kinerja polisi jadi sorotan media dan ahli asing tentang tragedi di Stadion Kanjuruhan, Polri pun akhirnya buka suara beri respons.
Penulis: Theresia Felisiani
Clifford Stott menyebut kejadian kunci tragedi Kanjuruhan dimulai saat penembakan gas air mata dengan posisi pintu tertutup.
"Menembakkan gas air mata ke tribun penonton saat gerbang terkunci kemungkinan besar tidak akan menghasilkan apa-apa selain korban jiwa dalam jumlah yang besar,"
"Dan itulah tepatnya yang terjadi," jelas Clifford Stott.
Baca juga: Muncul 6 Petisi Terkait Tragedi Kanjuruhan, Stop Gas Air Mata hingga Iwan Bule Mundur dari PSSI
Dalam rilis yang sama, The Post menunjukkan bukti video yang memperlihatkan penembakan gas air mata ke penggemar baik di lapangan atau di tribun.
"Polisi tak lama setelah pertandingan berakhir, menembakkan setidaknya 40 amunisi ke penggemar baik di lapangan atau di tribun.
Sebagian besar gas air mata melayang menuju bagian tempat duduk tribun 11, 12, dan 13."
New York Times Nilai Polisi Indonesia Kurang Terlatih dalam Mengendalikan Massa
Kinerja Polri menjadi sorotan media asing buntut pecahnya tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menewaskan ratusan suporter Arema FC dan dua anggota polisi.
Media asal Amerika Serikat (AS), New York Times, menuliskan di akun Twitter mereka, bahwa polisi Indonesia kurang terlatih dalam mengendalikan massa.
Tak hanya itu, dalam hampir semua kasus, Polri tidak pernah dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan langkah mereka dalam mengantisipasi kerusuhan.
"Kepolisian Indonesia sangat termiliterisasi, kurang terlatih dalam pengendalian massa, dan dalam hampir semua kasus, (Polri) tidak pernah dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan langkah, kata para ahli," cuit New York Times, Selasa (4/10/2022).
Lebih lanjut, artikel New York Times yang dikutip The Indian Express, membahas soal tanggapan para ahli terkait kinerja polisi Indonesia dalam tragedi di Kanjuruhan.
Tak hanya itu, anggaran Polri yang meningkat dari tahun ke tahun juga turut menjadi sorotan.
Selama bertahun-tahun, orang Indonesia berhadapan dengan Polri yang banyak dikatakan korupsi, menggunakan kekerasan untuk menekan massa, dan tidak bertanggung jawab atas sikap mereka.