KPK Minta Istri dan Anak Lukas Enembe Penuhi Panggilan Jadi Saksi: Ini Adalah Kewajiban Hukum
Jubir KPK, Ali Fikri meminta istri dan anak Lukas Enembe untuk kooperatif dan penuhi panggilan KPK untuk diperiksa jadi saksi kasus dugaan gratifikasi
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri buka suara terkait istri dan anak Gubernur Papua, Lukas Enembe yang tidak memenuhi panggilan KPK.
Diketahui istri dan anak Gubernur Papua itu diperiksa untuk menjadi saksi kasus dugaan gratifikasi dengan tersangka Lukas Enembe.
Ali Fikri pun menegaskan, istri dan anak Lukas Enembe tidak hanya diperiksa sebagai saksi untuk berkas perkara Lukas Enembe saja.
Namun juga menjadi saksi bagi tersangka lainnya dalam kasus dugaan gratifikasi.
Lebih lanjut Ali Fikri juga menjelaskan bahwa tidak ada aturan yang mengharuskan seorang saksi harus didampingi oleh penasehat hukum saat memberikan keterangan kepada penyidik.
"Tidak satu aturan yang mengharuskan saksi harus didampingi oleh penasehat hukum ketika memberikan keterangan di hadapan penyidik. Dan kami juga ingin tegaskan, baik itu anak maupun istri dari tersangka LE."
Baca juga: 3 Dokter Gubernur Papua Lukas Enembe Asal Singapura Tiba di Sentani: Ini Penjelasan Kuasa Hukum
"Mereka kami panggil sebagai saksi, bukan hanya untuk berkas perkara dengan tersangka LE, tapi juga untuk berkas perkara untuk tersangka yang lain dalam kasus yang sama," terang Ali Fikri dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Selasa (11/10/2022).
Kemudian Ali Fikri pun mengingatkan istri dan anak Lukas Enembe untuk bisa kooperatif dan memenuhi panggilan KPK.
Karena hal tersebut merupakan kewajiban hukum yang harus dipatuhi.
"Oleh karena itu kami mengingatkan untuk kedua saksi ini untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan KPK. Karena itu adalah kewajiban hukum," tegas Ali Fikri.
Baca juga: Tidak Bisa Keluar Negeri, Gubernur Lukas Enembe Datangkan 3 Dokter yang Merawatnya ke Papua
Istri dan Anak Lukas Enembe Tolak Bersaksi ke KPK
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, istri dan anak Gubernur Papua Lukas Enembe menolak bersaksi untuk sang ayah di hadapan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut ketua tim hukum dan advokasi Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, Yulce Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe hanya menggunakan hak konstitusional mereka.
"Ibu Lukas Enembe (istri) dan anaknya, Bona, menggunakan hak-hak konstitusionalnya, hak-hak hukumnya untuk menolak didengar keterangannya sebagai saksi," kata Petrus dalam keterangannya, Senin (10/10/2022).
Petrus menjelaskan, dasar penolakan diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Tipikor dan Pasal 168 ayat 2 KUHAP.
Baca juga: KPK Sebut Ada Tersangka Lain dalam Kasus Korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe
Dalam pasal itu intinya, dia menyebut, seseorang yang mempunyai hubungan anak, istri, suami, kakek, nenek, orang tua, atasan, bawahan berhak menolak untuk memberikan keterangan di tingkat penyidikan dan pengadilan.
"Jadi, intinya kami menolak, dan setelah surat itu, kami atas nama Ibu Lukas Enembe dan anaknya, Bona, menyampaikan penolakan dan penolakan itu memang diatur secara tegas dalam undang-undang, jadi memang kedatangan kami hanya hal itu," kata Petrus.
Petrus mengatakan dirinya bersama tim advokasi Lukas Enembe belum mendapat jawaban dari tim penyidik yang menangani kasus Lukas.
"Sikap dari penyidik belum ada, karena tadi semua tim penyidiknya selain sibuk ada juga yang bertugas di luar," katanya.
Baca juga: Tokoh Pemuda Papua Minta Gubernur Lukas Enembe Berani Hadapi Kasus Hukum
Astract Bona dan Yulce Wenda seharusnya diperiksa pada Rabu (5/10/2023), tapi keduanya mangkir tanpa memberikan alasan.
KPK menyatakan bakal mengirimkan surat panggilan pemeriksaan kedua untuk Astract Bona Timoramo Enembe dan Yulce Wenda.
Lembaga antirasuah itu meminta kedua saksi tersebut kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan.
Kalau tidak, KPK mengaku tidak segan untuk menjemput paksa.
Baca juga: Hadapi KPK, Gubernur Papua Lukas Enembe Bentuk Tim Pengacara Nasional Berjumlah 40 Orang
"Soal mangkirnya para saksi, pasti kami segera panggil yang kedua kalinya dan jika mangkir kembali maka sesuai ketentuan hukum bisa dilakukan jemput paksa terhadap saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (6/10/2022).
Jemput paksa terhadap saksi diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal 112 ayat 2 KUHAP menyatakan: "Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya."
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Ilham Rian Pratama)