Tragedi Kanjuruhan, Mengulik Aksi Polisi Sujud Minta Maaf dari Kaca Mata Pakar dan Psikolog Forensik
Sejumlah pakar komentari aksi viral polisi sujud minta maaf pada korban Tragedi Kanjuruhan dan mohon ampun pada Tuhan.
Penulis: Theresia Felisiani
Yang jelas, Polri ini malah terkesan bergerak ke paramiliteristik.
Seragam loreng mirip tentara adalah contohnya.
Jadi, alih-alih memberlakukan seragam perang seperti itu, lebih baik polisi pakai baju berwarna terang.
Terang mengirim pesan tenang, terbuka, santun, dan bisa didekati.
Pangkat dan segala atribut disederhanakan saja. Versi gagahnya baru dipakai saat upacara.
Lebih substantif: Sebetulnya saya berharap Presiden Jokowi mengeluarkan semacam executive order khusus terkait persenjataan dan prosedur penanganan massa oleh Polri.
Jadi, karena perubahan mindset dan kultural butuh waktu panjang dan berliku, maka langkah praktisnya adalah fokus pada "memaksa" agar perilakunya yang berubah.
Isi kepala, urusan belakangan.
Perilakunya harus berubah. Mindset dan kultur akan menyusul.
Executive order semacam itu pernah dikeluarkan Presiden Obama saat polisi di Amerika Serikat juga dinilai brutal laiknya organisasi paramiliteristik.
Isi EO itu adalah panduan detil tentang daftar peralatan yang dilarang dan dikendalikan; kebijakan, pelatihan, dan protokol penggunaan peralatan; proses akuisisi peralatan; transfer, penjualan, pengembalian, dan penghancuran peralatan; serta pengawasan, kepatuhan, dan implementasi.
Tapi saya pesimis Jokowi akan mengeluarkan EO semacam itu.
Jadi, Kapolri saja yang ambil langkah komprehensif dengan cakupan seluas EO Obama tadi.
Itu semakin penting, mengingat pada tahun 2020 kabarnya terjadi peningkatan anggaran Polri untuk pengadaan peralatan pengendali massa, antara lain gas air mata, sebesar 14,8 juta dolar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.