Disebut Terima Uang Komando Helikopter AW-101 Rp17 M, Ini Respons Eks KSAU Agus Supriatna
Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna disebut menerima Rp17,73 miliar sebagai dana komando dalam pembelian Helikopter Agusta Westlan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna disebut menerima Rp17,73 miliar sebagai dana komando dalam pembelian Helikopter Agusta Westland (AW)-101.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh alias Irfan Kurnia, yang didapat Tribunnews.com.
Merespons hal tersebut, Teguh Samudera selaku kuasa hukum Agus Supriatna menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) arogan dalam mendakwa John Irfan Kenway.
"JPU KPK telah mendakwa terdakwa JIK (John Irfan Kenway) bersama-sama dengan para saksi yang tunduk pada peradilan militer termasuk membangun narasi secara bombastis seolah-olah klien kami menerima uang dari JIK sebesar kurang lebih Rp17 miliar,” ujar Teguh lewat pesan tertulis, Jumat (14/10/2022).
Teguh mengatakan, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri juga dengan mudahnya melontarkan hal-hal yang belum terbukti kejelasannya dengan tidak mempertimbangkan perasaan para saksi yang tunduk pada peradilan militer atau institusi negara yang sah.
Menurutnya, KPK harusnya paham dan mengerti etika tentang rasa saling hormat-menghormati sesama lembaga negara, pejabat ataupun mantan pejabatnya.
“Akan tetapi faktanya dalam dakwaan terdakwa JIK, JPU KPK langsung menjustifikasi klien kami Marsekal (Purn) Agus Supriatna menerima uang sebesar Rp17 miliar lebih untuk dana komando dengan dari terdakwa JIK,” katanya.
Teguh juga menyayangkan sikap Ali Fikri yang menyampaikan penilaian subjektif atas keberatan yang disampaikannya.
Diterangkan Teguh, KPK seolah membenarkan telah melakukan justifikasi dengan alasan telah memberi kesempatan dan memanggil kilennya sebanyak dua kali sewaktu penyidikan, tetapi tidak kooperatif.
“Sungguh sangat tidak etis di ruang publik sesukanya mendiskreditkan dan merendahkan harga diri, derajat harkat martabat pribadi mantan KSAU dan institusi TNI," terangnya.
Sebagai lembaga ad hoc, lanjut Teguh, seharusnya KPK tidak patut menyatakan persepsi subjektifnya ke publik yang merusak citra kliennya.
Apa lagi, menilai bantahan penasihat hukum sebagai hal yang tidak bermakna sebagai pembuktian.
“Publik sangat cerdas, sehingga paham apapun yang dikatakan jubir KPK hanya sebagai upaya menutupi lemahnya diri sendiri yg tidak percaya diri dalam melaksanakan tugasnya,” katanya.
Baca juga: KPK Telisik Hadirkan Eks KSAU Agus Supriatna di Sidang Kasus Korupsi Helikopter AW-101