Tenaga Medis dan Pelajar Kena Pukul Oknum Aparat di Tragedi Kanjuruhan, Kini Minta Perlindungan LPSK
LPSK mengungkap banyak saksi dan korban yang kena pukul oknum aparat saat tragedi Kanjuruhan hingga mereka meminta perlindungan pada LPSK.
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tindak tanduk oknum aparat dalam Tragedi Kanjuruhan diungkap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Hal itu disampaikan LPSK dalam investigasi tragedi Kanjuruhan yang telah diungkap ke publik pada Rabu (13/10/2022).
Dalam investigasinya, LPSK membeberkan jumlah saksi dan korban yang minta perlindungan.
Termasuk soal saksi dan korban yang mengaku dipukul oleh oknum aparat.
Ada juga temuan soal oknum aparat yang menolak memasukkan korban ke ambulans Polri.
Ada Oknum Aparat Pukul Seorang Relawan Medis di Tragedi Kanjuruhan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Koran (LPSK) menyebut ada oknum aparat memukul seorang relawan medis di Tragedi Kanjuruhan.
Temuan itu berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh LPSK.
Saksi yang oleh LPSK disebut Penonton-2 (P-2) itu menerima pukulan dari oknum aparat ketika sedang membawa korban.
"Ketika dia sedang membawa korban, ia sempat dipukul oleh aparat. Terdapat pula gas air mata yang jatuh di atas mobil ambulans saat itu," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu di konferensi pers virtual, Kamis (13/10/2022).
Ambulans tersebut kemudian berhasil keluar dari stadion melalui gerbang A.
Di dalam ambulans, P-2 membawa enam orang korban.
"Ambulans itu kemudian berhasil keluar dari gerbang A membawa enam orang korban. Satu korban itu meninggal dunia dan masih seorang anak," ujar Ediwn.
Sebelumnya, LPSK telah menerima 20 permohonan berbeda, terdiri dari 14 laki-laki dan enam perempuan.
Terdapat tiga pelajar yang berada di dalam 20 pemohon tersebut.
Saksi Tragedi Kanjuruhan Mengaku Dipukul Oknum TNI Ketika Bantu Evakuasi Penonton Pingsan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkap temuan investigasinya terkait Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang.
LPSK mengungkap ada 20 permohonan masuk ke pihaknya.
Laporan yang masuk terdiri dari 14 laki-laki dan 6 perempuan.
Terdapat tiga pelajar yang berada di dalam 20 pemohon tersebut.
Seorang saksi yang merupakan pendukung Arema FC atau Aremania , mengajukan permohonan kepada LPSK karena mendapatkan pemukulan dari oknum TNI.
Pemukulan tersebut terjadi ketika saksi yang disebut penonton-7 atau P-7 sedang mengevakuasi korban pingsan ke arah pintu VIP.
Saat kejadian, P-7 menyaksikan tembakan gas air mata ke arah tribun 10 dan pingsan.
Ketika sadar, P-7 sudah berada di tribun dalam posisi duduk.
Ia akhirnya keluar melalui pintu F stadion yang merupakan akses keluar mobil.
P-7 sempat berinisiatif membantu beberapa korban yang terlihat lemah atau pingsan.
Ia bersama sejumlah orang lainnya mengangkat korban ke arah pintu VIP.
Di situ, P-7 meminta pertolongan kepada aparat keamanan.
Namun, malah mendapatkan kekerasan.
P-7 mengalami pemukulan oleh oknum TNI.
Baca juga: LPSK Temukan Dugaan Gas Air Mata Digunakan Berlebih di Tragedi Kanjuruhan: Sampai ke Luar Stadion
Kekerasan baru berhenti ketika ia mengaku sebagai salah seorang keluarga dari penonton di tribun VIP.
Kekerasan ini tak hanya terjadi pada P-7.
Ada juga saksi yang disebut sebagai P-8, mendapat tendangan dari oknum TNI.
Ketika kejadian, P-8 sedang melompat ke arah lapangan karena menghindari gas air mata yang ditembakkan ke arah tribun 10.
Di dalam lapangan, ia ditendang oleh salah seorang oknum TNI.
LPSK Sebut Ada Oknum Polisi Menolak Memasukkan Korban Tragedi Kanjuruhan ke Dalam Ambulans Polri
Lembaga Perlidungan Saksi dan Korban atau LPSK menyebut ada oknum polisi yang menolak memasukkan korban Tragedi Kanjuruhan ke dalam ambulans Polri.
Pernyataan itu dikemukakan oleh salah seorang saksi Tragedi Kanjuruhan yang mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK.
Saksi yang melapor kepada LPSK itu disebut sebagai Penonton-1 (P-1).
Ketika kejadian, P-1 baru saja menyaksikan gas air mata ditembakkan polisi ke arah utara ke bagian Sentel Ban dan ke Selatan ke bagian tribun penonton.
Kemudian, P-1 berinisiatif untuk membantu korban di dalam Stadion Kanjuruhan.
Saat sedang membantu korban, ia hendak mengangkatnya ke dalam ambulans Polri.
Namun, ada salah seorang oknum polisi yang menolak menerima korban tersebut dimasukkan ke dalam ambulans Polri.
"Ketika sedang membantu korban, ia berusaha memasukkannya ke dalam ambulans Polri dan mengalami penolakan oleh oknum polisi," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu ketika konferensi pers hasil temuan investigasi Tragedi Kanjuruhan, Kamis (13/10/2022).
Oknum polisi tersebut tidak memperbolehan P-1 memasukkan korban ke dalam mobil ambulans Polri.
Penolakan itu tidak terjadi sekali.
P-1 ditolak dua kali ketika hendak memasukkan korban ke dalam ambulans Polri.
P-1 akhirnya berhasil keluar dari stadion melalui pintu VIP.
LPSK Masih akan Melanjutkan Investigasi Tragedi Kanjuruhan
Kini, mereka sedang dalam proses penggantian tim untuk melanjutkan investigasinya di lapangan.
LPSK pun mendapati adanya temuan perbuatan menghalang-halangi proses evakuasi korban yang dilakukan oknum aparat keamanan saat tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang.
Hal itu dikonfirmasi langsung Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo yang menyebut temuan itu didapati setelah pihaknya melakukan investigasi dan melakukan wawancara dengan beberapa saksi.
Bahkan penghalangan itu turut dialami oleh tenaga medis yang diterjunkan ke lokasi guna melakukan pertolongan.
Ironisnya, beberapa saksi juga menyebut, mendapatkan tindakan represif berupa pemukulan dari oknum aparat tersebut.
"Pada relawan medis ini ada beberapa keterangan dari saksi yang menyatakan bahwa ketika dia akan menolong korban yang lain itu justru mengalami dihalang-halangi oleh aparat dan juga mengalami pemukulan," kata Hasto saat jumpa pers secara daring, Kamis (13/10/2022).
Ada Keterlambatan dalam Menangani Korban
Tak hanya itu, LPSK juga menyatakan, dalam proses evakuasi korban, terjadi kelambataan penanganan yang dilakukan pihak penyelenggara termasuk aparat keamanan.
Hal itu ditandai kata dia dengan tidak adanya permintaan pengerahan ambulans ke fasilitas kesehatan terdekat saat korban sudah mulai berjatuhan.
"Rupanya memang tidak ada permintaan pengerahan ambulan ini dari panitia maupun dari aparat keamanan, untuk ikut membantu evakuasi para korban ini," kata Hasto.
Dirinya menyatakan, berdasarkan keterangan saksi yang ditemukan saat melakukan investigasi, banyak dari mereka yang tertegun melihat oknum aparat menolak untuk memberikan pertolongan.
Padahal kata dia, sudah banyak suporter Arema Malang yang menjadi korban meminta pertolongan itu kepada aparat keamanan.
"Terdapat informasi dari berbagai sumber bahwa oknum aparat keamanan menolak memberikan pertolongan pada korban yang luka yang meminta pertolongan," kata dia.
Ada Kelalaian Penjaga Keamanan di Ring 1 Sebelum Terjadinya Tragedi Kanjuruhan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melihat adanya kelalaian dari personel yang melakukan penjagaan pertandingan baik Polisi, TNI, dan Steward dalam Tragedi Kanjuruhan.
Mereka disebut meninggalkan area kunci dari sisi dalam Stadion Kanjuruhan Malang sebelum terjadinya Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang.
Area tersebut berada pada bagian tribun timur Stadion Kanjuruhan.
LPSK menyebutnya, area tersebut sebagai Ring 1.
Baca juga: Enam Rekomendasi LPSK Terkait Tragedi Kanjuruhan, Minta Materi Gas Air Mata Didalami
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan, kelalaian itu dilakukan, karena hampir seluruh aparat keamanan yang seharusnya berdiri di Ring 1 tersebut meninggalkan lokasi saat peluit panjang ditiup dan seluruhnya mengarah ke sisi bagian belakang gawang.
Hal itu didapati dari video hasil investigasi LPSK yang diambil dari sisi penonton yang berada di seberangnya yakni tribun VIP.
"Tadi kita lihat setelah peluit panjang kemudian pasukan di ring 1 khususnya di bagian Tribun Timur tampak melihat meninggalkan posisi penjagaannya, termasuk juga Steward juga sudah tidak menghadap penonton sepenuhnya," kata Edwin saat jumpa pers secara daring, Kamis (13/10/2022).
Perpindahan para penjaga keamanan itu terjadi sekitar satu menit setelah peluit panjang ditiup wasit tanda berakhirnya laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Hal itu diyakini menjadi celah bagi para penonton dalam hal ini suporter Arema FC atau Aremania untuk merangsek masuk ke dalam lapangan.
Padahal, jika mengacu pada rencana pengamanan (Renpam) yang didapat LPSK, terdapat aturan mengenai tindakan pengamanan setelah pertandingan selesai.
Kata dia, harusnya para pasukan keamanan termasuk di ring satu itu harus langsung membuat formasi mengelilingi lapangan dan menghadap penonton.
"Itu ada cara bertindak pasukan di ring satu mengelilingi lapangan menghadap penonton. Tadi kita lihat setelah peluit panjang kemudian pasukan di ring satu khususnya di bagian tribun timur tampak melihat meninggalkan posisi penjagaannya," jelas Edwin.
Baca juga: Aremania Bakal Gaungkan Terus Ganasnya Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan
Namun yang terjadi malah seluruh penjaga keamanan termasuk Steward berjalan menuju ke bagian paling timur stadion atau tepatnya di depan Tribun 7.
Alhasil kata dia, Aremania yang mencoba memasuki lapangan pertandingan tak bisa terbendung karenanya sepi nya penjagaan.
"Termasuk juga steward juga sudah tidak menghadap penonton sepenuhnya kemudian steward berkumpul terkonsentrasi di depan foto ini yang kemungkinan di depan tribun tujuh," ucap dia.
"Pada gambar disini (menunjukkan video) antara dinding biru dan hitam itu sudah tidak ada penjagaan lagi. Nah itu penjagaan di dalam stadion ini disebutkan sebagai penjagaan ring satu dan itu sudah tidak ada penjagaan lagi," kata dia. (tribun network/thf/Tribunnews.com)