BLT Minyak Goreng Imbas Lonjakan Harga CPO, Bukan Kerugian Negara
Kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor Crude Palm Oil/Minyak Sawit (CPO) di Pengadilan Tipikor Jakarta, merembet ke persoalan pemberian bantuan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor Crude Palm Oil/Minyak Sawit (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, merembet ke persoalan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp6 triliun.
Kebijakan itu, disebut-sebut ikut dihitung menjadi kerugian negara yang disebabkan oleh para eksportir CPO dan minyak goreng (migor), lebih memilih melakukan ekspor, ketimbang menyalurkannya di dalam negeri.
Logika yang dibangun Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung), tindakan para eksportir tersebut membuat minyak goreng yang beredar di pasar domestik menjadi langka dan harganya melonjak.
Efeknya, untuk meredam kenaikan harga migor kala itu, pemerintah harus mengucurkan BLT dari koceknya sebagai subsidi langsung.
Dalam kesaksiannya di persidangan, Direktur Perlindungan Korban Bencana Sosial Kemensos Mira Riyanti Kurniasih mengakui, harga migor di pasar domestik yang tinggi kala itu, tak terlepas dari tingginya harga minyak sawit dunia di pasar internasional.
Untuk meringankan beban masyarakat, sesuai arahan Presiden tanggal 1 April 2022, pemerintah pun memutuskan memberikan BLT yang akan diberikan kepada 20,5 juta KPM, penerima bantuan pangan non-tunai, dan penerima program keluarga harapan.
“Seperti itu. Sudah dimulai dari April (2022) kami realisasikan BLT untuk migor,” katanya.
Ia menjelaskan, anggaran untuk BLT sendiri, diambil dari pos anggaran bansos secara umum yang memang sudah dialokasikan dalam APBN sejak November 2021, jauh sebelum ada kenaikan harga dan kelangkaan migor.
Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Lin Che Wei Tak Terima Uang Terkait Penerbitan Izin Ekspor CPO
“Sebenarnya itu diambil dari anggaran kami. Kami kan punya angggaran bansos, sejak November 2021. Dianggarkan untuk program reguler. Kami ini, sebelum ada BLT migor, sesuai tugas dan fungsi kemensos memang punya program BPNT dan program Keluarga Harapan. Seperti itu,” jelas Mira.
Ia memastikan, tidak anggaran khusus yang secara dadakan diadakan untuk BLT migor.
“Jadi saat itu kami gunakan anggaran yang ada dulu untuk menindaklanjuti arahan presiden,” katanya.
Terkait dengan nilai BLT yang diberikan sebesar Rp300 ribu dalam 3 bulan, atau Rp100 ribu perbulan per penerima manfaat, Mira menjelaskan, BLT tersebut tidak khusus ditujukan hanya untuk membeli migor, tapi juga kebutuhan pokok yang lain karena terimbas inflasi pangan dari migor.
“Sebelumnya mereka sudah mendapatkan program BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai), tetapi dirasakan kurang, maka itu ditambahkan. Terkait program tadi, istilahnya BLT Migor,” tuturnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.