Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

LPSK Bakal Kembali ke Kanjuruhan, Dalami Dugaan Intimidasi dari Anggota Polisi ke Keluarga Korban

Dalami Adanya Dugaan Intimidasi dari Anggota Polisi ke Keluarga Korban, LPSK Nyatakan Bakal Kembali ke Kanjuruhan

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
zoom-in LPSK Bakal Kembali ke Kanjuruhan, Dalami Dugaan Intimidasi dari Anggota Polisi ke Keluarga Korban
TRIBUNJATIM.COM/KUKUH KURNIAWAN
Devi Atok Yulfitri saat bicara soal alasan mencabut keinginan autopsi anaknya yang jadi korban tragedi Kanjuruhan saat ditemui di kediamannya 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bakal melakukan pendalaman informasi atas adanya dugaan intimidasi yang dilakukan anggota polisi kepada keluarga korban tragedi Kanjuruhan.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan, pihaknya akan kembali ke Kanjuruhan untuk menggali informasi tersebut.

Hal ini dilakukan mengingat LPSK menyatakan terbuka dan siap untuk melakukan perlindungan kepada para korban dan saksi tragedi yang menewaskan sedikitnya 133 orang itu.

"Tim LPSK akan dialami itu (adanya intimidasi). Iya (LPSK akan ke Kanjuruhan) dalam waktu segera," ucap Edwin saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Rabu (19/10/2022).

LPSK kata Edwin, telah menerima informasi adanya dugaan intimidasi oleh anggota polisi kepada keluarga korban untuk membatalkan rencana melakukan autopsi terhadap jenazah anaknya itu sejak kemarin. 

Baca juga: 2 Putri dan Mantan Istri Jadi Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan, Ini 2 Alasan Devi Batalkan Autopsi

Hanya saja, informasi yang didapat tersebut kata Edwin harus didalami kembali guna meyakinkan lebih jauh soal adanya dugaan itu.

Berita Rekomendasi

"Kami kemarin dapat informasinya. Akan kami kroscek dulu," ucap Edwin.

Pendalaman yang akan dilakukan yakni salah satunya dengan menanyakan kepada pihak yang bersangkutan perihal maksud dari anggota kepolisian tersebut meminta untuk membatalkan autopsi.

Hanya saja, Edwin tak membeberkan secara detail perihal mekanisme apa yang nantinya akan dilakukan LPSK atas kejadian tersebut.

"Harus didalami apa yang membuat yang bersangkutan mencabut persetujuan autopsi itu? Apakah hubungannya kedatangan polisi dan pencabutan persetujuan autopsi tersebut? Apa keperluannya 3 kali polisi datangi yang bersangkutan?" tutur Edwin.

Sebagai informasi, proses autopsi korban Tragedi Kanjuruhan Malang akhirnya gagal dilaksanakan dalam waktu dekat ini.

Hal ini seiring dengan pernyataan Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Tony Hermanto yang mengatakan, tindakan autopsi urung dilakukan karena pihak keluarga tidak mengizinkan.

Menindaklanjuti hal tersebut, pendamping Tim Gabungan Aremania (TGA), Andi Irfan menuding, gagalnya autopsi ini karena ada upaya intimidasi dari polisi kepada keluarga korban.

Baca juga: Stadion Kanjuruhan Akan Dibangun Dimulai Awal Tahun 2023: Dibangun Standar FIFA

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat Media Gathering di Cikole, Lembang, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (24/9/2022).
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat Media Gathering di Cikole, Lembang, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (24/9/2022). (Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra)

Hal ini berdasarkan pengakuan dari pihak keluarga korban yang bernama Devi, warga Bululawang, Kabupaten Malang.

Ia kehilangan kedua anaknya, dan sempat meminta otopsi atas jasad kedua anaknya itu.

Akan tetapi, sejak Devi menandatangani surat ketersediaan untuk dilakukan autopsi tersebut, rumahnya sering didatangi oleh polisi.

"Di sini keluarga korban punya pemahaman, bahwa polisi sedang mengancam dan mengintimidasi, walaupun tidak ada kata-kata verbal yang mengarah ke sana. Tapi kehadiran mereka adalah ancaman kepada keluarga korban," ucapnya saat ditemui TribunJatim.com, Rabu (19/10/2022).

Dalam kasus ini, pria yang juga Sekjen KontraS itu menyampaikan, Devi telah diarahkan menulis surat pernyataan yang berisi pembatalan atas rencana autopsi.

Dia mengatakan, aparat kepolisian dari Polres Malang yang mengarahkan secara detail, bagaimana cara membuat surat pernyataan yang berisi pembatalan rencana autopsi.

Padahal, Devi sebelumnya telah membuat surat pernyataan bersedia kedua anaknya untuk diautopsi.

"Jadi saya kira kalau dari pihak kepolisian menyatakan tidak ada intimidasi, itu tidak sesuai dengan fakta dan kenyataan di lapangan. Saya melihat polisi menghalangi upaya penegakan hukum. Menghalangi upaya bersama untuk mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi di Kanjuruhan," terangnya.

Baca juga: Komnas HAM Tetap Kirim Tim ke Malang Meski Ekshumasi Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan Batal

Sebelumnya, TribunJatim.com sempat menghubungi Devi melalui sambungan telepon pada Selasa (18/10/2022) kemarin.

Pada saat itu, Devi membenarkan, ada upaya intimidasi yang menyebabkan kedua anaknya yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan urung di autopsi.

Devi membenarkan, rumahnya telah didatangi oleh polisi, yang membuat dirinya tidak tenang.

"Intimidasi itu benar. Rumah saya didatangi polisi. Saat ini saya masih di Blitar," ucap Devi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas