Bila Anak Demam, Dokter Minta Jangan Langsung Diberi Obat: Kompres dan Beri Cairan Cukup
Dirut RSCM dr. Lies Dina Liastuti meminta kepada masyarakat yang mendapati anaknya dalam keadaan demam agar jangan buru-buru diberi obat.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Lies Dina Liastuti meminta kepada masyarakat yang mendapati anaknya dalam keadaan demam agar jangan buru-buru diberi obat.
“Kalau ada masyarakat demam, jangan langsung dikasih obat,” kata Lies dalam konferensi pers dikutip dari live streaming Kompas TV, Kamis (20/10/2022).
Ia menyebut untuk saat ini pemberian obat kepada anak yang alami demam harus hati - hati, dan sesuai dengan petunjuk atau resep dokter.
Perawatan pertama yang bisa dilakukan untuk anak adalah memberikan cairan cukup dan mengompres demamnya.
“Kan kita masih bagaimana memberikan cairan cukup, kompres, jadi memberikan obat harus hati-hati harus ke dokter untuk dipilihkan apa yang perlu saja, dan apa yang insyaallah tidak berbahaya bagi anak-anak tersebut,” ujar dia.
Baca juga: Lima Obat Sirup Anak yang Dilarang BPOM karena Mengandung Cemaran Etilen Glikol
Ia meminta masyarakat turut menaruh kehati-hatian terhadap pengobatan anak yang alami demam. Terlebih saat ini kasus gagal ginjal akut atau mendadak pada anak jadi perhatian lantaran jumlah kasusnya alami peningkatan sejak bulan Agustus 2022.
“Masyarakat perlu diedukasi bahwa kasus ini ada, jadi artinya mereka harus hati-hati,” ujarnya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan surat edaran terkait larangan bagi apotek menjual obat jenis sirup.
Hal ini sehubungan dengan terus berkembangnya ginjal akut progresif atipikal yang mayoritas menyerang usia anak di Indonesia.
Jumlah kasus yang dilaporkan hingga 18 Oktober 2022 sebanyak 206 dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak, di mana angka kematian pasien yang dirawat di RSCM mencapai 65 persen.
Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
(*)