Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Maritim: Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia Melalui Sumber Daya Protein Ikan

Marcellus Hakeng Jayawibawa Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) mengatakan.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Pengamat Maritim: Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia Melalui Sumber Daya Protein Ikan
Istimewa
Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC)    

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dengan luas lautnya yang mencapai 5,8 juta Kilometer dan panjang pantainya yang merupakan nomor dua terpanjang di dunia, yakni mencapai lebih dari 97.000 Kilometer.

Namun luasnya wilayah maritim Indonesia memang belum sepenuhnya dapat tertangani secara optimal karena adanya keterbatasan Pemodalan serta Keterbatasan Sumber Daya Manusia Indonesia yang memberikan perhatiannya kepada dunia maritim.

Marcellus Hakeng Jayawibawa Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) mengatakan, kondisi ini bukan berarti membuat Indonesia tidak bisa menjadi poros maritim dunia seperti yang telah dicanangkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Dengan fokus pada kata maritim, kata Hakeng yang mengutip pendapat dari Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto saat menjadi narasumber di Seminar PPRA Angkatan Ke - 64 Tahun 2022 Lemhanas pada 11 Oktober 2022 lalu yang bertemakan ‘Kolaborasi/Kepemimpinan G20 : Konektivitas dan Rantai Pasokan Global’, maka Indonesia menjadi realistis dalam memperjuangkan Indonesia menuju Poros Maritim Dunia.

"Dijelaskan bahwa Indonesia bisa menjadi poros maritim dunia melalui sumber daya protein ikan atau yang diistilahkan Gubernur Lemhannas sebagai protein biru (blue protein)," katanya kepada wartawan, Kamis ( 20/10/2022).

Pernyataan dari Gubernur Lemhannas itu menurut Hakeng sudah sangat tepat karena Indonesia memiliki sebelas wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), yang meliputi antara lain perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan, perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau, perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur.

Baca juga: Pengamat Maritim Nilai Tema HUT TNI AL ke-77 yakni Membangun Kejayaan Maritim NKRI Sangat Tepat

Berita Rekomendasi

"Ini seperti memiliki Emas Biru yang mahal harganya tapi sayang belum dikembangkan secara maksimal," katanya.

Untuk saat ini lanjut Capt. Hakeng, Indonesia berada dalam posisi keempat di dunia sebagai negara produsen ikan.

"Indonesia dapat berada di posisi ketiga atau bahkan nomor satu dunia sebagai produsen ikan jika WPPNRI itu digarap secara serius dan berkesinambungan," tegasnya.

Baca juga: Pengamat Dukung Wacana Kemenhub Beri Kesempatan Swasta Kelola Pelabuhan Hingga 30 Tahun

Untuk dapat mengoptimalkan kawasan WPPNRI tidak semudah membalikkan telapak tangan, dibutuhkan kerjasama antara semua pihak, baik di tingkat pusat maupun di daerah guna bisa mewujudkannya.

"Bukan hanya hasil tangkapan yang melimpah tapi juga dibutuhkan pelabuhan terpadu untuk perikanan tangkap.

Di pelabuhan perlu juga dibangun pabrik pengolahan ikan, sehingga hasil ikan dapat langsung diolah.

Baca juga: Kenaikan PNBP Bikin Nelayan Enggan Laporkan Hasil Tangkapan karena Terbebani

Dibutuhkan juga Gudang-gudang penyimpanan Ikan ber-pendingin (Cold Storage) untuk menjaga kesegaran ikan sebelum sampai ke konsumen serta untuk memperkecil biaya pengiriman hasil laut tersebut," kata Hakeng.

Juga mengadakan kapal-kapal penampung atau kapal pengumpul ikan yang berdimensi lebih besar (Feeder ships to ships) di tengah laut.

Kapal penampung atau pengumpul ikan ini nantinya juga bisa menyediakan bahan bakar, kebutuhan pokok, fasilitas pendinginan dan kebutuhan air tawar secara regular bagi kapal-kapal nelayan yang dilayaninya.

Baca juga: Tanpa Adanya Kapal dan Pelaut Sulit Bagi Bangsa Indonesia Berdaulat di Laut Secara Utuh

"Jadi kapal bisa difungsikan sebagai kapal penampungan hasil tangkapan bagi para nelayan di titik–titik kapal nelayan atau kapal ikan tersebut biasa beroperasi di WPPNRI dan kapal-kapal nelayan tidak perlu lagi pulang pergi hanya untuk mengisi bahan bakar di darat," katanya.

Indonesia memang kaya akan sumber ikan lautnya. Namun berdasarkan parameter, laut sebagai sumber pangan dalam rentang penilaian 0 sampai 100, nilai dari parameter laut Indonesia teramat rendah, hanya 34. Pengelolaan pangan perikanan di tanah air masih dinilai jauh dari praktik berkelanjutan.

"Dari parameter itu artinya konsumsi ikan laut masyarakat Indonesia masih rendah," ujar dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas