Doni Monardo: Orang Minang Pedagang, Bukan Penambang
Doni Monardo risau dengan kota kelahirannya Padang Panjang karena banyaknya kerusakan alam di bumi Sumatera Barat, terutama akibat penambangan.
Editor: Theresia Felisiani
Pengalaman itu pula yang menyadarkannya bahwa para seniman memiliki peranan penting dalam upaya pelestarian lingkungan. "Para mahasiswa ISI Padang Panjang mestinya juga turut mengambil peran dalam pelestarian lingkungan, baik melalui karya maupun terjun langsung ke lapangan. Dan yang tak kalah pentingnya melakukan perubahan perilaku," tutur Letjen Doni Monardo.
Para mahasiswa ISI Padang Panjang diharap mampu menjadi bagian dari ecocracy (kedaulatan lingkungan hidup) yang akan mengemban tugas dalam pembenahan lingkungan sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.
Selain kental dengan citra “seniman”, Sumatera Barat juga dikenal banyak melahirkan tokoh-tokoh politik dan ekonomi. Stigma orang Minang pandai berdagang, adalah stigma yang melekat secara turun-temurun.
Bagi Doni Monardo, kemampuan berdagang orang Minang adalah sesuatu yang harus dikembangkan agar makin banyak melahirkan para entrepreneur. Semakin banyak pengusaha, semakin makmur sebuah daerah, atau bangsa.
Profesi sebagai pedagang sebagai ciri orang Minang, jauh lebih terhormat dibanding profesi sebagai “penambang”. Apalagi penambang liar, yang bukan saja merusak alam, tetapi juga profesi yang merugikan. Bukan saja merugikan secara ekonomi juga secara sosial. "Orang Minang itu pedagang, bukan penambang," tegas Doni.
Baca juga: Kisah Doni Monardo Melakukan Pembibitan Pohon, dari Istana ke Bukit Asam
Berbicara soal “saudagar”, ini juga relevan dengan tuntutan zaman. Seperti diketahui, maju-tidaknya suatu negara, sangat dipengaruhi berapa jumlah saudagarnya. Semakin banyak saudagar di suatu negara, maka semakin maju negara itu.
Indonesia, tercatat baru sekitar 3 persen penduduknya yang berprofesi sebagai pengusaha. Sementara negara-negara maju lebih dari 10 persen. Untuk itulah, ISI juga harus mampu menjawab tuntutan zaman, sekaligus tuntutan kebutuhan, tentang hadirnya jiwa-jiwa entrepreneur.
Dewan Penyantun
Hadirnya Doni Monardo di ISI Padang Panjang, tak terpisahkan dari statusnya sebagai anggota Dewan Penyantun di perguruan tinggi yang terlahir dengan nama ASKI (Akademi Seni Karawitan Indonesia) pada tahun 1965 lalu menjadi STSI itu.
Seperti diketahui, sepanjang karier militer, Doni belum pernah bertugas di daerah Minang. Padahal, ia berdarah Minang, baik dari garis ayah maupun ibu. Sebaliknya, daerah-daerah yang mendapat sentuhan pengabdiannya sebagai militer antara lain Sulawesi Selatan, Aceh, Maluku, Jawa Barat, dan lain-lain.
Di luar karier militer, Doni menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2019 – 2021, sekaligus Ketua Gugus Tugas/Satuan Tugas Penagangan Covid-19. Saat ini ia menjabat Komisaris Utama PT MIND ID dan Ketua Umum Pengurus Pusat PPAD (Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat).
Alhasil, ketika pihak ISI Padang Panjang memintanya duduk di Dewan Penyantun, tidak ada keraguan sedikit pun untuk menerimanya. Nama-nama lain yang bersinergi dengan Doni seperti Jusuf Kalla, Mufidah Jusuf Kalla, Andrinof Chaniago, Prof Fasli Djalal, Syahrul Ujud (Mantan Walikota Padang) dan lain-lain.
Sungguh bukan suatu kebetulan, ketika ia hadir dan berbicara di ISI Padang Panjang. Doni telah mencermati sejumlah kearifan lokal yang membuktikan keterkaitan yang sangat erat antara alam dan seni-budaya.
Alhasil, kehadiran Doni Monardo memberi kuliah umum di ISI Padang Panjang, dimanfaatkan untuk bertemu kerabat lama. Selain mengunjungi kampungnya Sungai Tarab serta Lintau Buo di Tanah Datar, Doni juga menyempatkan diri berziarah ke makam leluhur, termasuk mendiang ayah-ibunya. Di luar itu semua, Doni tak lupa memanjakan moment kepulangan ke Sumatera Barat untuk berburu kuliner yang terkenal lamak bana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.