Kemenkes: Obat Antidotum Diberikan Jika Frekuensi Buang Air Kecil Pasien Gagal Ginjal Berkurang
Kementerian Kesehatan telah mendatangkan obat antidotum untuk gagal ginjal akut dari Singapura sebanyak 26 vial dan dari Australia sejumlah 16 vial.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan telah mendatangkan obat antidotum dari Singapura sebanyak 26 vial dan dari Australia sejumlah 16 vial.
Ratusan vial nantinya juga akan didatangkan dari Jepang dan Amerika.
Obat tersebut digunakan untuk pasien gagal ginjal akut anak.
Perihal pemberian obat, Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menjelaskan obat akan diberikan jika pasien menunjukkan gejala gangguan ginjal yang diduga karena intoksikasi.
Gejala gangguan ginjal tersebut yakni terjadi pengurangan frekuensi buang air kecil dan jumlah urine yang keluar.
Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Bertambah Menjadi 255
“Kasus yang diberikan adalah pada pasien yang sudah menunjukkan gejala gangguan ginjal yang diduga memang karena intoksikasi. Contoh terjadi pengurangan frekuensi buang air kecil dan jumlahnya juga,” kata Syahril dalam konferensi pers Kemenkes secara daring, Selasa (25/10/2022).
Obat antidotum akan diberikan kepada pasien dengan gejala tersebut hingga gejala berat.
Adapun aturan penggunaan akan diberikan hingga lima kali suntikan.
Bila kondisi pasien muncul perbaikan saat suntikan ketiga dan keempat, maka pemberian obat antidotum akan disetop.
“Nah itu sudah diberikan, sampai dengan keadaan berat. Jadi dengan aturan pemakaian, akan diberikan dengan 5 kali suntikan,” ungkapnya.
Baca juga: Anggota DPR Apresiasi Langkah Pemerintah Tangani Kasus Gagal Ginjal Akut
"Kita akan setop dan tidak digunakan terus menerus," tutup Syahril.
Ia juga mengatakan bahwa per 24 Oktober 2022, kasus gagal ginjal akut telah bertambah menjadi 255 kasus dari 26 provinsi di Indonesia.
Angka ini mengalami peningkatan 10 kasus setelah pada 23 Oktober lalu mencapai 245 kasus.