Menteri Nadiem Klarifikasi Aturan Pakaian Adat di Sekolah: Tidak Boleh Ada Paksaan
Nadiem Makarim mengklarifikasi polemik mengenai pakaian adat di sekolah yang ramai menjadi perbincangan masyarakat.
Penulis: Dodi Esvandi
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengklarifikasi polemik mengenai pakaian adat di sekolah yang ramai menjadi perbincangan masyarakat.
Aturan mengenai pakaian adat itu diatur dalam dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 50 Tahun 2022 tentang seragam sekolah siswa sekolah dasar dan menengah.
Nadiem menjelaskan aturan baru mengenai pakaian adat itu, termasuk mengenai pembelian seragam atau pakaian adat tidak boleh dipaksakan pada orang tua.
"Orang tua dapat memilih. Tidak boleh dipaksa," kata Nadiem dalam perbincangannya dengan Tribunnews.com di Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (24/10/2022) malam.
Dalam Permendikbudristek Nomor 50 tahun 2022 itu dijelaskan bahwa aturan seragam sekolah terbaru ini bertujuan untuk menanamkan dan menumbuhkan nasionalisme, meningkatkan citra satuan pendidikan, menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan di kalangan peserta didik.
Pengaturan ini juga bertujuan meningkatkan kesetaraan antar siswa tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi orang tua atau wali siswa serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab siswa.
Dalam Pasal 3 Permendikbudristek Nomor 50 tahun 2022 disebutkan ada tiga jenis seragam sekolah yang digunakan siswa SD hingga SMA yakni pakaian seragam nasional, pakaian seragam pramuka, dan pakaian adat.
Sementara itu sesuai yang tertulis pada Pasal 4, Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan kewenangannya dapat mengatur pengenaan pakaian adat bagi peserta didik di sekolah.
Mengenai apakah pakaian adat yang dikenakan wajib atribut lengkap atau boleh modifikasi sederhana, Nadiem mengatakan hal itu diatur pemerintah daerah masing-masing.
"Itu diatur Pemda," katanya.
Baca juga: Mengenal Keunikan Pakaian Adat Jawa, Aceh, Betawi dan Bali, Berikut Daftar 37 Baju Adat Indonesia
Nadiem tak mungkiri keluarnya aturan mengenai pakaian adat ini sebagai
respons masalah intoleransi yang sempat muncul di sejumlah daerah.
"Ya. Kita ingin toleransi. Orang tua bisa memilih seragam sekolahnya (yang akan dikenakan anak). Jadi bukan sekolah," tuturnya.
Sebelumnya Permendikbudristek Nomor 50 tahun 2022 ini sempat disorot oleh Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan
Ia menilai aturan mengenai pakaian adat itu akan semakin memberatkan perekonomian masyarakat lantaran diwajibkan membeli seragam adat yang baru.
Syarief mengatakan penambahan seragam baru itu juga tidak sejalan dengan tujuan yang dibangun Kemendikbudristek.
"Peningkatan kesetaraan di antara siswa tidak akan terwujud hanya lewat baju adat. Kebijakan ini malah akan memperlihatkan ketimpangan sosial dan ekonomi antar siswa. Kualitas dari baju adatnya pun akan sangat timpang antara siswa yang mampu dan yang tidak mampu. Ini hanya akan menimbulkan ketimpangan, bukan kesetaraan," ujar Syarief Hasan dalam keterangannya, Kamis (13/10/2022).
Syarief menilai penambahan seragam baru tidak terlalu mendesak untuk dilakukan sekarang.
"Dalam kondisi masyarakat yang masih melakukan pemulihan ekonomi, pemerintah seharusnya tidak menambah beban masyarakat dengan menambah seragam baru bagi peserta didik. Seragam baru tidak terlalu mendesak dalam peningkatan kualitas dunia pendidikan hari ini," ujarnya.
Baca juga: Banyak Guru Pensiun, Kebutuhan Guru Mendesak, Nadiem Makarim Sebut Guru Kelas SD Tak Harus Linier
Menurut Syarief taraf ekonomi masyarakat di Indonesia berbeda-beda, sehingga tidak semua mampu membeli pakaian adat.
"Perlu dipahami oleh Mendikbudristek bahwa banyak masyarakat yang tidak mampu membeli pakaian adat. Terlebih, harga pakaian adat biasanya lebih mahal dibandingkan seragam umum karena pakaian adat dikerjakan secara khusus, terbatas, dan unik," ujarnya.