Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BPOM Telusuri Komponen Obat Sirup Lainnya dari 102 Sampel Produk, Termasuk Vitamin

BPOM sedang melengkapi data terkait komponen obat sirup lainnya yang masuk dalam 102 obat yang dikonsumsi 156 pasien gagal ginjal akut.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
zoom-in BPOM Telusuri Komponen Obat Sirup Lainnya dari 102 Sampel Produk, Termasuk Vitamin
Tribunnews.com/Vincentius Jyestha
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito mengatakan pihaknya saat ini sedang melengkapi data terkait komponen obat sirup lainnya yang masuk dalam 102 obat yang dikonsumsi 156 pasien gagal ginjal akut. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan pihaknya saat ini sedang melengkapi data terkait komponen obat sirup lainnya yang masuk dalam 102 obat yang dikonsumsi 156 pasien gagal ginjal akut.

"Kita sedang melengkapi dulu data-data apa yang ada di dalam list 102 itu, juga ada komponen produk-produk obat tradisional dan suplemen, vitamin yang cair," jelas Penny, dalam konferensi pers Hasil Pengawasan BPOM terkait Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin atau Gliserol, Kamis (27/10/2022).

Saat in, pihaknya memang telah menemukan adanya produk obat sirup yang memiliki kadar kandungan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin atau Gliserol di atas ambang batas aman.

Perlu diketahui sederet zat tersebut biasa digunakan sebagai zat pelarut tambahan untuk obat-obatan cair seperti obat sirup.

Produk-produk obat sirup yang dibidik ini di antaranya tidak memenuhi persyaratan standarisasi dalam keamanan untuk kandungan obat, serta memiliki kandungan zat yang sangat tinggi.

Baca juga: Komnas HAM: Harus Ada yang Bertanggung Jawab Atas Lonjakan Kasus Gangguan Ginjal Akut Anak

"Ada produk obat yang mempunyai konsentrasi di atas ambang batas persyaratan, itu sudah kita temukan dan itu sudah kami umumkan. Ada 5 produk yang tidak memenuhi persyaratan dan ada 3 produk yang betul-betul sangat tinggi sekali kandungannya," kata Penny.

BERITA TERKAIT

Adanya temuan obat sirup dengan kandungan berbahaya yang diduga menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak inilah yang akhirnya mendorong BPOM untuk menggandeng Bareskrim Polri dalam mengusut ada atau tidaknya unsur pidana yang dilakukan oleh 2 industri farmasi yang bertanggung jawab pada produk-produk tersebut.

Baca juga: Kemenkes: DKI Jakarta Provinsi Terbanyak Kasus Gangguan Ginjal Akut pada Anak

"Sehingga ada 2 industri yang kami tindaklanjuti dengan upaya penindakan hukum, kami bekerja sama membentuk tim gabungan dengan Bareskrim Polri sedang menindaklanjuti. Dan ini tentunya akan kami laporkan apabila sudah ada kejelasan yang dikaitkan dengan perkara tersebut," papar Penny.

Petugas merapikan obat sirop di etalase salah satu apotek di kawasan Bungur, Jakarta Selatan, Jumat (21/10/2022). Sebagai bentuk kewaspadaan terhadap kasus gangguan ginjal akut misterius yang menyerang anak di Indonesia, Pemerintah melarang sementara penjualan obat sirup serta mengembalikan lima produk yang sudah terindikasi berbahaya sesuai temuan BPOM kepada distributor. TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Petugas merapikan obat sirop di etalase salah satu apotek di kawasan Bungur, Jakarta Selatan, Jumat (21/10/2022). Sebagai bentuk kewaspadaan terhadap kasus gangguan ginjal akut misterius yang menyerang anak di Indonesia, Pemerintah melarang sementara penjualan obat sirup serta mengembalikan lima produk yang sudah terindikasi berbahaya sesuai temuan BPOM kepada distributor. TRIBUNNEWS/JEPRIMA (TRIBUNNEWS/JEPRIMA)

Sebelumnya, Pakar Farmakologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati menjelaskan beberapa kemungkinan yang membuat obat sirup memiliki kandungan zat kimia berbahaya dan menyebabkan gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) pada anak.

Ia mengakui bahwa banyak orang tua yang tentunya akan menanyakan mengenai hal ini, 'mengapa obat sirup dahulu aman dikonsumsi, namun saat ini bisa berbahaya?'.

Baca juga: Dari Ada 269 Kasus Gangguan Ginjal Akut, yang Meninggal 157, Sembuh 39 Pasien

Faktor yang pertama adalah terkait sumber dari bahan baku pembuatan obat tersebut.

Menurutnya, mungkin aaja terdapat perbedaan sumber bahan baku obat yang diproduksi saat ini dan dahulu.

"Kok dulu aman-aman saja, sekarang kok bahaya?, sebetulnya ada beberapa possibility, yang pertama, mungkin memang ada perubahan sources atau perubahan sumber dari bahan baku, tetapi ini tentu saja harus dikonfirmasi kepada industrinya," kata Prof Zullies, dal program Kompas TV, Senin (24/10/2022).

Namun faktor ini dapat dibantah jika industri farmasi yang memproduksi obst tersebut mampu menunjukkan dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya bahwa tidak ada kandunga zat kimia berbahaya di dalamnya.

"Jika memang industri farmasi bisa menunjukkan dokumen yang valid bahwa tidak ada perubahan bahan baku, yang dulu aman-aman begitu, maka possibility ini menjadi gugur ya, bahwa ini tidak seperti itu," jelas Prof Zullies.

Selanjutnya, faktor kedua yang mungkin dapat menjadi penyebab munculnya zat kimia berbahaya seperti Etilen Glikol (EG) dan Dietilem Glikol (DEG) adalah terkait penyimpanan obat yang tidak tepat.

Perlu diketahui, Polietilen glikol merupakan zat yang kerap digunakan sebagai zat pelarut tambahan untuk obat-obatan cair seperti obat sirup.

Nah, zat ini sebenarnya tidak berbahaya jika kadar penggunaannya berada di bawah ambang batas.

Namun perlu diperhatikan, jika terjadi penguraian polietilen glikol pada saat penyimpanan, maka dapat menghasilkan cemaran zat berbahaya seperti EG dan DEG.

"Yang kedua, mungkin ada faktor misalnya peruraian selama penyimpanan, bisa saja polietilen glikol ataupun gliserol atau apa yang menjadi bahan baku yang sebetulnya itu adalah wajar, mengalami peruraian selama penyimpanan. Misalnya ketika di masyarakat disimpan secara tidak tepat, kena paparan panas dan sebagainya," papar Prof Zullies.

Kendati demikian, faktor ini tidak bisa menjadi landasan penyebab ratusan anak mengalami gagal ginjal akut.

Karena pada dasarnya, kata dia, banyak orang tua yang melakukan penyimpanan obat dengan meletakkannya di tempat sejuk dan menghindari papara sinar matahari.

"Tetapi ini memang tidak bisa menjawab 'kenapa dulu nggak (bahaya), kok sekarang iya' padahal kan cara menyimpan orang ya sama-sama saja seperti yang dulu. Jadi possibility ini mungkin bisa gugur juga," tutur Prof Zullies.

Kemudian faktor ketiga bisa saja terkait tindakan menyimpang (misconduct) dalam pembuatan obat tersebut.

Namun ia menegaskan bahwa untuk faktor satu ini diperlukan pembuktian secara akurat lantaran dapat berkaitan dengan hukum.

"Possibility yang ketiga adalah mungkin memang ada misconduct di dalam pembuatan. Tetapi yang ini kan harus dibuktikan secara benar-benar yang akurat ya, karena ini berimplikasi hukum," kata Prof Zullies.

Namun di luar itu semua, Prof Zullies menekankan bahwa konsumsi obat sirup dapat dianggap aman jika kandungan zat kimia yang menjadi bahan pelarutnya berada pada ambang batas aman.

"Selama ambang batasnya tidak terlampaui, maka sebetulnya tidak ada masalah," pungkas Prof Zullies.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas