Kasus Penggelapan Dana ACT, Ahyudin hingga Ibnu Khajar Dilimpahkan ke Kejari Jakarta Selatan
Dijelaskan Sulaeman, ada tiga tersangka yang kini telah dilimpahkan yaitu Ahyudin, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari) Jakarta Selatan (Jaksel) menerima pelimpahan barang bukti dan tersangka atau tahap II terkait kasus penggelapan dana Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
"Bahwa pada Rabu, tanggal 26 Oktober 2022 sekitar pukul 17.00 WIB, bertempat di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Jalan Tanjung nomor 1 dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap 2)," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jaksel Syarief Sulaeman Nahdi dalam keterangannya, Rabu (26/10/2022).
Dijelaskan Sulaeman, ada tiga tersangka yang kini telah dilimpahkan yaitu Ahyudin selaku mantan Presiden ACT, Ibnu Khajar selaku Presiden ACT periode 2019-2022, dan Hariyana Hermain selaku Senior Vice President & Anggota Dewan Presidium ACT.
Sebaliknya, berkas perkara atas nama Novariadi Imam Akbari masih dalam proses penelitian. Adapun dia merupakan Sekretaris ACT periode 2009-2019 sekaligus Ketua Dewan Pembina ACT 2019-2022.
Menurut Sulaeman, perbuatan pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan berawal dari adanya penyelewengan dana diberikan perusahaan Boeing kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada tanggal 18 Oktober 2018.
Baca juga: Bareskrim Kembali Limpahkan Berkas Kasus ACT ke Jaksa Karena Belum Lengkap
Total, dana yang digelontorkan pihak Boeing adalah Rp138 miliar atau Rp138.546.366.500. Dana itu seharusnya dipakai dalam bentuk pembangunan atau proyek sarana pendidikan atau kesehatan (BCIF).
"Akan tetapi dari dana BCIF yang semestinya dipakai mengerjakan proyek yang telah direkomendasikan oleh ahli waris korban kecelakaan pesawat Boeing yang digunakan ole maskapai penerbangan Lion Air tidak digunakan seluruhnya namun hanya sebagian dan dana tersebut dipakai untuk kepetingan yang bukan peruntukannya," jelas Sulaeman.
Ia menuturkan bahwa pelaksanaan penyaluran dana Boeing tersebut para ahli waris tidak dikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan proyek pembangunan dana Boeing (BCIF).
"Pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap tidak memberitahukan kepada pihak ahli waris terhadap dana Boeing (BCIF) yang diterima dari pihak Boeing. Dan diduga pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap melakukan dugaan penggunaan dana tidak sesuai peruntukannya untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi, operasional perusahaan seta kegiatan lain di luar program Boeing," jelasnya
Dalam kasus ini, para tersangka diduga telah menggunakan dana Boeing Rp117 miliar atau Rp 117.982.530.997 untuk kegiatan di luar implementasi Boeing. Pemakaian dana itu pun tanpa seizin ahli waris.
"Tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," pungkasnya.
Adapun para tersangka kini masih ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri selama 20 hari ke depan. Terhitung, mereka ditahan sejak tanggal 26 Oktober 2022 hingga 14 November 2022.