Sidang Perintangan Penyidikan, 7 Saksi Diperdengarkan Sekaligus untuk Dua Terdakwa
Saat membuka sidang, Majelis Hakim bertanya kepada jaksa apakah ingin mendengarkan keterangan secara sekaligus untuk kedua terdakwa atau tidak.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, untuk terdakwa eks Karo Paminal Divisi Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan dan eks Kaden A Ropaminal Divisi Humas Polri Kombes Agus Nurpatria, pada Kamis (27/10/2022).
Agenda sidang adalah mendengar keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU).
Saat membuka sidang, Majelis Hakim bertanya kepada jaksa apakah ingin mendengarkan keterangan secara sekaligus untuk kedua terdakwa atau tidak.
“Untuk keterangan saksi yang kita dengarkan apa didengar sekaligus kepada para terdakwa apa bagaimana,” kata hakim.
Jaksa menyetujui keterangan saksi diperdengarkan secara sekaligus untuk kedua terdakwa meski nomor register perkara mereka berbeda.
Baca juga: Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria Jalani Sidang Agenda Pemeriksaan Saksi di PN Jaksel
Untuk diketahui dalam sidang hari ini, dijadwalkan ada sebanyak 10 saksi yang diajukan jaksa. Namun baru 7 saksi yang hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Ini memang dua register perkara berbeda, tapi kami mohon karena saksi ini kan sama semua, jadi kami panggil sekali saksi untuk dihadirkan kepada dua terdakwa,” ucap jaksa.
“Karena usulan itu sejalan dengan prinsip peradilan cepat, murah dan sederhana, kami setuju,” kata kuasa hukum kedua terdakwa menyetujui.
Sebagai informasi, saksi itu adalah seorang pengusaha CCTV Tjong Djiu Fung alias Afung, Supriyadi selaku buruh harian lepas, Abdul Zapar dan Marjuki selaku sekuriti komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Selanjutnya, anggota Polri Ari Cahya Nugraha alias Acay, Aditya Cahya dan Tomser Kristianata, M Munafri Bahtiar.
Sementara saksi lainnya adalah ketua RT 05 RW 01 Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan Mayjen (Purn) Seno Sukarto dan Pekerja Harian Lepas (PHL) Divisi Propam Polri, Ariyanto.
Diketahui, dalam perkara ini ada tujuh anggota polri yang ditetapkan sebagai terdakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J dengan menghancurkan dan menghilangkan barang bukti termasuk CCTV.
Mereka adalah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan; Agus Nurpatria; Chuck Putranto; Irfan Widianto; Arif Rahman Arifin; dan Baiquni Wibowo.
Keseluruhannya didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Minta Arif Rachman Percaya Skenario Sambo
Terdakwa Hendra Kurniawan meminta kepada bawahannya agar mempercayakan skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo soal kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal ini diungkap Jaksa Penuntut Umum saat sidang pembacaan dakwaan perkara penghalangan penyidikan atau obstruction of justice di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
Awalnya, setelah rekaman CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan berhasil dicopy, empat terdakwa yakni Arif Rachman, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo dan Ridwan Soplanit menonton rekaman CCTV tersebut.
Arif Rachman kaget karena Brigadir J saat itu masih hidup saat Ferdy Sambo datang ke rumah dinas.
Hal ini, berbeda dengan skenario yang diceritakan oleh Ferdy Sambo dan dilaporkan ke Hendra Kurniawan.
Selanjutnya pada 13 Juli 2022, Arif Rachman diajak Hendra Kurniawan untuk bertemu Ferdy Sambo di ruang kerjanya untuk menjelaskan soal rekaman CCTV yang sebenarnya.
"Namun terdakwa Ferdy Sambo tidak percaya dan mengatakan 'masa sih'," ujar jaksa dalam persidangan.
Jaksa menyebut Hendra kemudian meminta Arif untuk secara langsung menyampaikan temuannya kepada Sambo.
Hendra kemudian menjelaskan apabila sosok Brigadir J masih hidup ketika Sambo datang ke TKP.
Temuan ini berbeda dengan pernyataan mantan Kapolres Metro Jaksel Kombes Budhi Herdi dan Karo Penmas Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan yang menyebut peristiwa tembak menembak terjadi sebelum Sambo datang ke rumah dinas.
Kemudian, Ferdy Sambo tetap pada pada skenario yang dia buat dengan menyebut CCTV itu keliru dengan nada bicara yang sudah meninggi atau emosi.
"Dan menyampaikan kepada saksi Hendra Kurniawan dan saksi Arif Rachman Arifin 'Masa kamu tidak percaya sama saya'," sambung jaksa.
Ferdy Sambo selanjutnya memerintahkan mereka agar tutup mulut dan tidak membocorkan temuan CCTV itu.
Setelahnya Sambo menanyakan di mana salinan rekaman CCTV tersebut.
Ia juga langsung memerintahkan keduanya untuk segera menghapus dan memusnahkan semua temuan bukti CCTV itu.
"Kamu musnahkan dan hapus semuanya," kata jaksa menirukan perintah Sambo.
Selama proses tersebut, jaksa mengatakan Arif tidak lagi berani menatap Sambo dan hanya menunduk sembari mendengarkan perintahnya.
Melihat tingkah itu, Sambo kemudian menanyakan kenapa Arif tidak berani menatap dirinya, padahal ia sudah diberitahu peristiwa yang menimpa Putri Candrawathi.
"Kemudian terdakwa Hendra Kurniawan berkata 'Sudah Rif, kita percaya saja',"ujar jaksa.