KPK Duga Eltinus Omaleng Beri Atensi Khusus untuk Tentukan Penggarap Proyek Gereja Kingmi Mile 32
KPK telah menetapkan Bupati nonaktif Mimika Eltinus Omaleng (EO) sebagai tersangka dalam kasus ini.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada atensi khusus dari Bupati nonaktif Mimika Eltinus Omaleng (EO) untuk menentukan sendiri pemenang dari proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32.
Hal itu didalami tim penyidik dari tiga saksi yang diperiksa dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Mimika, Provinsi Papua, Senin (31/10/2022).
Adapun tiga saksi dimaksud antara lain, Budiyanto Wijaya, swasta; Daem Nova Prihanto, wiraswasta/mantan Coord. Project Manager PT Waringin Megah; dan Deassy Ceraldine Tanser, PNS pada Kantor Puspem Pemkab Mimika.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pelaksanaan berbagai proyek pembangunan di Pemkab Mimika dan dugaan adanya atensi khusus dari tersangka EO untuk menentukan sendiri pemenang dari proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (1/11/2022).
KPK menetapkan Bupati nonaktif Mimika Eltinus Omaleng (EO) sebagai tersangka dalam kasus ini.
Baca juga: KPK Dalami Keikutsertaan PT Waringin Megah dalam Proyek Gereja Kingmi Mile 32 Mimika
Selain Eltinus, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika/pejabat pembuat komitmen (PPK) Marthen Sawy (MS) dan pihak swasta/Direktur PT Waringin Megah (WM) Teguh Anggara (TA).
Konstruksi Perkara
Sekitar tahun 2013, Eltinus Omaleng yang berprofesi sebagai kontraktor sekaligus komisaris PT Nemang Kawi Jaya (NKJ) berkeinginan membangun tempat ibadah berupa Gereja Kingmi di Kabupaten Mimika dengan nilai Rp126 miliar.
Setahun berselang, di tahun 2014, Eltinus terpilih menjadi Bupati Kabupaten Mimika periode 2014-2019 dan kemudian mengeluarkan kebijakan satu di antaranya untuk menganggarkan dana hibah pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Waartsing.
Kemudian, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Mimika sebagaimana perintah Eltinus memasukkan anggaran hibah dan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp65 miliar ke anggaran daerah Pemkab Mimika tahun 2014.
"EO [Eltinus Omaleng] yang masih menjadi komisaris PT NKJ kemudian membangun dan menyiapkan alat produksi beton yang berada tepat di depan lokasi akan dibangunnya Gereja Kingmi Mile 32," ucap Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (20/9/2022).
Berlanjut di tahun 2015, untuk mempercepat proses pembangunan, Eltinus kemudian menawarkan proyek ini ke Teguh Anggara dengan adanya kesepakatan pembagian fee 10 persen dari nilai proyek dimana Eltinus mendapat 7 persen dan Teguh 3 persen.
Selain itu, agar proses lelang dapat dikondisikan, Eltinus sengaja mengangkat Marthen Sawy sebagai PPK, padahal ia tidak mempunyai kompetensi di bidang konstruksi bangunan.
"Dengan pengangkatan MS tersebut, diduga MS juga meminta jatah fee ke beberapa kontraktor yang berkeinginan ikut dalam proses lelang walaupun pemenang telah dikondisikan sebelumnya," ujar Karyoto.
Karyoto mengatakan, Eltinus juga memerintahkan Marthen untuk memenangkan Teguh sebagai pemenang proyek walaupun kegiatan lelang belum diumumkan.
Setelah proses lelang dikondisikan, Marthen dan Teguh melaksanakan penandatangan kontrak pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai kontrak Rp46 miliar.
Untuk pelaksanaan pekerjaan, Teguh kemudian mensubkontrakkan seluruh pekerjaan pembangunan gedung Kingmi Mile 32 ke beberapa perusahaan berbeda, salah satunya yaitu PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN) tanpa adanya perjanjian kontrak dengan pihak Pemkab Mimika namun hal ini diketahui Eltinus.
"PT KPPN kemudian menggunakan dan menyewa peralatan PT NKJ dimana EO masih tetap menjabat sebagai Komisarisnya," kata Karyoto.
Dalam perjalanannya, progres pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian sebagaimana kontrak, termasuk adanya kurang volume pekerjaan, padahal pembayaran pekerjaan telah dilakukan.
Menurut KPK, seluruh perbuatan para tersangka dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
"Akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara setidaknya sejumlah sekitar Rp21,6 miliar dari nilai kontrak Rp46 miliar," ungkap Karyoto.
Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang- Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.