Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Perintah Penembakan Gas Air Mata dari Diskresi Masing-masing Pasukan
penembakan gas air mata di dalam area Stadion Kanjuruhan dilakukan tanpa koordinasi dengan Kapolres Malang.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan penembakan gas air mata di dalam area Stadion Kanjuruhan dilakukan tanpa koordinasi dengan Kapolres Malang.
Penembakan yang dilakukan oleh Brimob dan Sabhara tersebut atas dasar diskresi dari masing-masing kelompok pasukan pengamanan.
Hal ini merupakan hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM dalam tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Jawa Timur.
"Penembakan gas air mata dilakukan tanpa koordinasi dengan Kapolres Malang dan atas diskresi dari masing-masing pasukan," kata Beka dalam konferensi pers hasil penyelidikan tragedi Kanjuruhan, dikutip dari live streaming Kompas TV, Rabu (2/11/2022).
Adapun penggunaan gas air mata oleh pihak kemanan disebut mengacu pada Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tugas Kepolisian Republik Indonesia.
Jenis senjata yang digunakan adalah laras licin panjang, dengan amunisi selongsong kaliber 37,38. Sementara amunisi gas air mata yang digunakan adalah stok tahun 2019 dan telah kadaluarsa.
"Pasukan Brimob yang diturunkan merupakan pasukan dengan kemampuan PHH (pasukan huru-hara) yang membawa senjata gas air mata," terang dia.
Tapi di sisi lain, match commisioner atau pengawas pertandingan ternyata tidak tahu bahwa gas air mata dilarang dibawa ke dalam area Stadion.
Baca juga: Hasil Penyelidikan Komnas HAM: Pengawas Ternyata Tak Tahu Gas Air Mata Dilarang Dibawa ke Stadion
Pengawas pertandingan sebenarnya mengetahui ketika aparat keamanan membawa gas air mata. Namun karena ketidaktahuan mereka, sehingga hal tersebut tidak dilaporkan.
"Dari pengakuan Match Commisioner ketika dimintai keterangan oleh Komnas HAM yang bersangkutan tidak mengetahui bahwa gas air mata itu dilarang," lanjut Beka.