KontraS Nilai Kasus HAM Paniai Harusnya Bisa Diadili di Pengadilan Negeri Nabire
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Tioria Pretty mengatakan seharusnya kasus Paniai bisa melaksanakan pengadilan HAM di Provinsi Papua.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Tioria Pretty mengatakan seharusnya kasus Paniai bisa melaksanakan pengadilan HAM di Provinsi Papua.
Menurut Pretty, berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Pasal 3 menyebutkan bahwa setiap tingkatan Pengadilan Negeri (PN) sudah bisa mengadili pelanggaran HAM berat.
"Harusnya kasus HAM Paniai itu bisa diadili di PN Nabire. Hal itu karena Paniai sendiri pecahan dari Nabire mereka belum punya PN sendiri sekarang jadi mereka masih nempel sama PN Nabire," kata Pretty kepada Tribunnews.com, Kamis (3/10/2022).
Baca juga: Temukan Banyak Kejanggalan dalam Kasus Paniai, KontraS: Bukti Ketidakseriusan Negara
Menurut Pretty bahkan lokasi dari Paniai menuju Nabire tidaklah dekat.
Namun setidak-tidaknya kasus Paniai dapat disidangkan di PN Jayapura.
"Tapi kalau seandainya paling tidak PN Jayapura yang yang besar ada di Provinsi Papua seharusnya bisa diadili disitu pengadilan HAM di Papua," sambungnya.
Saat ini menurut Pretty, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung masih terpaku hanya pada Pasal 43 UU 26/2000 yakni pengadilan HAM hanya diadili di empat kota yakni Makassar, Surabaya, Medan dan Jakarta Pusat.
Padahal terdapat Pasal 3 UU yang sama menyatakan bahwa pada dasarnya pengadilan HAM berkedudukan di PN dengan cakupan daerah hukumnya masing-masing.
Hal ini terlihat jelas lebih lanjut pada pasal 3 ayat (2) yang menunjukkan pengadilan HAM tidak hanya dapat digelar di PN Jakarta pusat saja.
"Selain itu UU Otsus 2001 juga menyatakan pelanggaran HAM berat di Papua harus diadili di pengadilan HAM yang dibentuk di provinsi Papua," tutupnya.