Mantan Kepala Bappenas: Perbanyak Kepala Daerah Muda untuk Calon Pemimpin Nasional
Andrinof A Chaniago, menilai harus banyak kepala daerah yang dipimpin anak muda. Hal ini untuk mencetak calon-calon pemimpin nasional.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Andrinof A Chaniago, menilai harus banyak kepala daerah yang dipimpin anak muda.
Tujuannya, kata Andrinof, untuk mencetak calon-calon pemimpin nasional.
Menurutnya, Indonesia mengalami krisis sumber pemimpin karena setiap akan pemilihan umum atau pemilihan presiden kesulitan mendapatan calon, terlebih calon yang berkualitas.
Andrinof mengatakan ada yang harus diubah dengan sistem kaderisasi yang benar sehingga memunculkan bibit-bibit unggul calon pemimpin.
"Dalam jangka panjang kita tidak akan mendapatkan pemimpin dengan kriteria mendekati sempurna, jika tidak ada inisiatif mempersiapkan calon-calon pemimpin secara terencana, terorganisasi dan atau dikelola oleh lembaga, organisasi, atau komunitas," ungkap Andrinof dalam diskusi Komunitas Aksi Literasi di Jakarta, Kamis (3/11/2022) malam.
Dari keterangan yang diterima Tribunnews, Andrinof mengatakan ada banyak pipa saluran yang bisa menciptakan calon pemimpin nasional.
Baca juga: Pakar Sebut Sosok Capres 2024 Harus Memiliki Komunikasi Politik yang Memadai dan Popularitas
Mulai dari kepala daerah, partai politik, organisasi kemasyarakatan, gerakan masyarakat sipil, BUMN, organisasi pengusaha, birokrasi, kejaksaan, TNI-Polri hingga kampus.
"Kuncinya, jalur yang paling ideal untuk mendapat calon pemimpin nasional adalah dari kepala daerah berprestasi, mulai dari wali kota atau bupati hingga gubernur," papar dia.
Andrinof mengatakan, tugas kepala daerah mengurus berbagai urusan publik dan selalu berinteraksi langsung dengan masyarakatnya.
Di mana daerah menjadi tempat ujian evaluasi dan juga sebagai kontrol sosial.
Karena masyarakatnya memiliki memori kolektif apakah pemimpinnya sukses atau tidak.
Baca juga: Masuk Top of Mind Survei Diagram Politik, Airlangga Hartarto Bisa Jadi Capres Potensial KIB
Terlebih, kepala daerah dalam satu periode masa jabatannya yang berprestasi harus diberi kesempatan untuk menimba ilmu di dunia internasional sekurang-kurangnya 2 bulan tidak berturut-turut, sehingga wawasannya global.
"Misalnya jenjangnya pada usia 35-45 tahun jadi wali kota atau bupati, 45-55 gubernur, 40-65 tahun menteri, jadi presiden 50-60 tahun."
"Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk menjadi pemimpin nasional," terangnya.
Bahkan menurutnya, camat atau pejabat setingkat camat yang terbukti berprestasi, administrasi bagus hingga komunikasi bagus harus berani maju sebagai calon wali kota atau bupati.
"Harus berani meninggalkan statusnya sebagai ASN. Mau jadi memimpin harus berani kehilangan karir di birokrasi."
"Kalah tak apa sudah ada modal. Dari salah satu saluran itu, akan lahir pemimpin-pemimpin masa depan," kata dia.
Baca juga: Tolak Deklarasi Koalisi 10 November, PKS Sebut PR Capres-Cawapres Belum Tuntas
Andrinof menambahkan, perlu ada kelompok independen yang membangun dan mengelola talent pool bakal calon-calon pemimpin nasional.
Meskipun yang memiliki tanggung jawab rekrutmen, training, coaching dan uji tugas bagi bakal calon pemimpin, di antaranya parpol dan lembaga negara.
Seperti halnya yang mendorong pertama Jokowi dari pemimpin di Kota Solo, menapaki Gubernur Jakarta hingga akhirnya Presiden Indonesia dua periode.
"Kualitas pemimpin itu yang pokok sekali harus memiliki kriteria kecerdasan emosional, kemampuan berfikir strategis, punya visi jelas, mengorganisasi, komunikasi dan mengambil keputusan. Pemimpin matang itu karena melalui perjalanan waktu," ungkapnya.
Baca juga: Relawan Publik: Anak Muda Ikut Tentukan Nasib Bangsa
Sementara dalam kesempatan yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menjelaskan, leadership saja untuk kepemimpinan saat ini tidak cukup.
Di mana kehidupan dan perkembangan zaman semakin canggih, membutuhkan calon pemimpin yang memiliki followership kuat.
"Tentu saja kenegarawanan. Sekarang anak-anak semakin canggih dan lebih pinter. Harus pintar melihat, berfikir, belajar dan modifikasi," harapnya.
Baca juga: Diusung NasDem Jadi Capres, Anies Baswedan Masih Menunggu Pembicaraan Demokrat dan PKS
Sementara Guru Besar Fakultas Psikologi UI, Prof Dr Hamdi Muluk menjelaskan, birokrasi akan mengasah kemampuan seseorang pemimpin ke jengjang lebih tinggi.
Sementara calon pemimpin perlu dicari, dikumpulkan, dilatih, dimentoring dibina dan seterusnya yang akan melahirkan pemimpin pintar.
"Tesis menyebut, kenapa Singapura maju? Karena orang-orang yang mengurus urusan publik dan orang mengurus urusan privat di korporasi tak ada ketimpangan."
"Di sini timpang, orang-orang baik masuk sektor privat, karena gaji bagus, intitusi lebih bersih, nyaman dan kondusif. Sementara institusi publik dikenal punya problem. Ini pekerjaan rumah kita," ungkap dia.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)