Anak Buah Ungkap Sambo Sosok yang Tempramental: Kalau Pekerjaan Tidak Sesuai Pasti Dimarahin
Pekerja Harian Lepas (PHL) Divpropam Polri, Ariyanto mengungkap sosok keseharian Ferdy Sambo selama menjadi atasannya.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pekerja Harian Lepas (PHL) Divisi Propam Polri, Ariyanto mengungkap sosok keseharian Ferdy Sambo selama menjadi atasannya.
Eks Kepala Divisi Propam Polri itu disebut merupakan sosok yang tempramental.
Awalnya, Ariyanto mengatakan bahwa dirinya telah mengenal Ferdy Sambo selama 6 tahun terakhir.
Bahkan, dia telah mengenal saat Ferdy Sambo masih berpangkat Komisaris Besar (Kombes).
"Saya menjadi PHL beliau itu saat beliau masih pangkat Kombes, kurang lebih mengenal 5-6 tahun," kata Ariyanto dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2022).
Selama itu, kata Ariyanto, dirinya mengenal Ferdy Sambo sebagai sosok yang tempramental. Jika perintahnya tidak dikerjakan atau dikerjakan tidak sesuai perintah, maka langsung marah.
"Kalau masalah pekerjaan yang tidak sesuai pasti dimarahin. Iya (tempramental)," tukasnya.
Diketahui Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Baca juga: PHL Divisi Propam Polri Jadi Saksi: Belum Pernah Ada Anak Buah yang Berani Lawan Ferdy Sambo
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.