Pengacara Klaim Irfan Widyanto Korban Kasus Ferdy Sambo: Kesaksian Banyak yang Meringankan
Tim kuasa hukum menyebut Irfan Widyanto sebagai korban dalam kasus Ferdy Sambo. Banyak saksi yang keterangannya justru meringankan.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum menyebut Irfan Widyanto selaku terdakwa perkara penghalangan penyidikan atau obstruction of justice kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J merupakan korban.
Hal ini dikatakan salah satu kuasa hukum Irfan, M Fattah Riphat setelah kliennya menjalani sidang lanjutan beragendakan pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2022).
"Mudah-mudahan Majelis Hakim juga melihat ternyata klien kami ini juga sebetulnya adalah korban," kata Ripath kepada wartawan.
Ripath menerangkan sejauh persidangan kliennya, para saksi meringankan dan menjelaskan fakta yang sebenarnya terjadi.
"Dari awal sidang ini sudah tiga kali sidang saksi semua meringankan, membantu, dan menjelaskan yang sebenarnya bahwa faktanya ini seperti ini," ucapnya.
Baca juga: Hubungan Irfan Widyanto dan Ferdy Sambo Disebut Tidak Harmonis, Undur Diri dari Korspri Jadi Bukti
Sebelumnya, Eks Kasubnit I Unit I Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, Ipda Arsyad Daiva Gunawan mengungkapkan AKP Irfan Widyanto sebenarnya turut membantu penyidik untuk mengumpulkan barang bukti rekaman CCTV yang terkait kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Kesaksian itu disampaikan Arsyad dalam agenda pemeriksaan saksi atas terdakwa AKP Irfan Widyanto di kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice kematian Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (10/11/2022).
Arsyad menyampaikan bahwa tindakan AKP Irfan Widyanto yang mengamankan DVR CCTV di kasus kematian Brigadir J sebenarnya tidak salah. Sebab, siapa pun boleh membantu menyerahkan barang bukti.
Baca juga: Anak Ferdy Sambo Unggah Foto Bersandar di Bahu sang Ayah: My Hero, Forever, and Always
Dalam kasus ini, DVR CCTV diambil oleh AKP Irfan Widyanto pada Sabtu, 9 Juli 2022.
Keesokan harinya, DVR CCTV itu diserahkan ke Polres Metro Jakarta Selatan.
Menurut Arsyad, rekaman CCTV tersebut telah menjadi kewenangan penyidik terhitung sejak CCTV itu diserahkan pada 10 Juli 2022.
Rekaman CCTV yang diambil oleh AKP Irfan itu disebut berguna untuk kepentingan penyidikan.
"Saya merasa terbantu karena berguna untuk membantu penyidikan kami," kata Arsyad.
Di sisi lain, Arsyad mengakui bahwa penyidik telah salah karena tidak melengkapi syarat administrasi seusai menerima penyerahan DVR CCTV tersebut.
Baca juga: Anak Buah Sebut Belum Pernah Ada yang Melawan Ferdy Sambo saat Diperintah: Pasti Dilaksanakan
Namun, hal itu dilakukan dalam rangka efisiensi penyidikan.
"Itu salah kami yang mulia (tidak diproses berita acara penyitaan, Red)," jelas Arsyad.
Sementara itu, Anggota Polres Jakarta Selatan, Dimas Arki menuturkan bahwa dirinya merupakan anggota yang menyerahkan DVR CCTV tersebut kepada Puslabfor Polri.
Padahal, saat itu dirinya bukanlah penyidik yang berwenang.
Ia menuturkan bahwa penyerahan barang bukti itu berdasarkan perintah AKBP Ridwan Soplanit yang saat itu menjabat Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan.
"Kalau saya Pak Ridwan Soplanit itu adalah atasan saya langsung, jadi apapun perintah atasan saya laksanakan," jelas Dimas.
Dimas mengakui penyerahan barang bukti tersebut dilakukan tanpa dokumen pendukung. Di antaranya, berita acara penyitaan, laporan polisi, sprin penyitaan hingga berita acara pembungkusan.
Menurutnya, penyerahan barang bukti tanpa surat perintah maupun berita acara penyitaan itu biasa dilakukan. Ia menuturkan kelengkapan administrasi disusulkan belakangan dalam percepatan penyidikan.
"Iya tidak ada semua, jadi saya hanya menerima perintah," katanya.
Diketahui, Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.