Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Survei Indikator: Aparat Kepolisian Paling Diminta untuk Bertanggung Jawab atas Tragedi Kanjuruhan

Burhanuddin Muhtadi mengatakan, setidaknya ada 30 persen lebih responden yang menyatakan pihak kepolisian harus bertanggungjawab atas insiden ini.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Survei Indikator: Aparat Kepolisian Paling Diminta untuk Bertanggung Jawab atas Tragedi Kanjuruhan
SURYA/PURWANTO
Suporter tim Arema FC, Aremania membentangkan sepanduk tuntutan atas Tragedi Kanjuruhan di Balaikota Malang, Jawa Timur, Kamis (10/11/2022). Ribuan Aremania menuntut kasus Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang agar di usut tuntas. Aremania juga menuntut kasus Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat. SURYA/PURWANTO 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aparat Kepolisian disebut menjadi pihak yang harus bertanggungjawab atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober 2022 lalu.

Hal itu sebagaimana hasil survei dari Indikator Politik Indonesia dengan tema temuan 'Sikap Publik terhadap Tragedi Kanjuruhan dan Reformasi PSSI'.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, setidaknya ada 30 persen lebih responden yang menyatakan pihak kepolisian harus bertanggungjawab atas insiden ini.

"Kalau kita tanya siapa yang paling bertanggungjawab atas tewasnya ratusan penonton? Dari mereka yang tahu tragedi Kanjuruhan, 39,1 persen menyebut aparat kepolisian," kata Burhanuddin saat menyampaikan hasil surveinya secara daring, Minggu (13/11/2022).

"Terutama mereka (aparat kepolisian) yang membawa pelontar gas air mata," sambung Burhanuddin.

Adapun untuk pihak selanjutnya yang dinilai harus bertanggungjawab atas insiden ini adalah pihak penyelenggara Liga 1 dan PSSI.

Berita Rekomendasi

Tak hanya itu, suporter yang disebut menjadi pemicu dari adanya kericuhan di Stadion Kanjuruhan juga diminta untuk bertanggungjawab, dan terakhir harus adanya pertanggungjawaban dari TNI.

"27,2 persen itu penyelenggara liga, 13 persen menyebut PSSI, 10,2 persen ada yang menyalahkan Suporter, 1,7 persen TNI," ucap Burhanuddin.

Meski demikian kata Burhanuddin, dari hasil tersebut, tidak ada pihak dominan yang diminta untuk bertanggungjawab.

Namun, sebagian besar dari masyarakat menyatakan mengetahui ratusan orang meninggal dunia itu karena adanya tembakan gas air mata ke arah tribun penonton.

"Jadi artinya tidak ada yang dominan meskipun paling banyak menyebut aparat kepolisian tidak ada yang di atas 50 persen," kata Burhanuddin.

Baca juga: Korban Tragedi Kanjuruhan Asal Sidoarjo Ikut Aksi Damai Pakai Kursi Roda: Saya Minta Keadilan

"Ada sebanyak 86,8 persen responden mengaku tahu Suporter tewas karena tembakan gas air mata," sambung dia.

Burhanuddin juga mengatakan, sebagian besar dari masyarakat atau responden juga tidak percaya adanya narasi kalau penggunaan gas air mata sudah sesuai prosedur.

Bahkan, angkanya kata Burhanuddin, mencapai lebih dari 50 persen responden yang mengetahui kalau kematian ratusan penonton itu akibat gas air mata.

"Pihak kepolisian mengatakan bahwa tembakan gas air mata tersebut sudah sesuai prosedur, kan muncul statement dari oknum ya, sebagian besar (64,5 persen) tidak setuju dengan pernyataan tersebut," kata dia.

Oleh karenanya kata dia, pihak kepolisian didesak untuk berbicara apa adanya perihal tragedi tersebut, agar sentimen negatif terhadap kepolisian tidak semakin meluas.

"Ini masukkan buat kepolisian lebih baik mengakui saja kalau ada kejadian terkait dengan penggunaan gas air mata yang tidak sesuai prosedur daripada denial dan malah menimbulkan sentimen negatif terhadap kepolisian secara umum," tukas Burhanuddin.

Sebagai informasi, survei Sikap Publik terhadap Tragedi Kanjuruhan dan Reformasi PSSI yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia ini dilakukan pada periode 30 Oktober - 5 November 2022 atau tepat sebulan setelah kejadian.

Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling dengan survei jumlah sampel sebanyak 1.220 orang, dengan asumsi metode simple random sampling.

Responden terpilih dilakukan wawancara lewat tatap muka serta quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih.

Survei ini sendiri memiliki toleransi kesalahan atau margin of error (MoE) sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas