Peserta Napak Tilas KAA: Bangsa Asia-Afrika Harus Bersatu Lawan Kolonialisme dan Imperialisme Barat
Rekomendasi pertama, pentingnya literasi arsip nasional sebagai rujukan sejarah dan pijakan masa depan.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
Ketujuh, perlunya dibangun perangkat perekonomian dunia sebagai alternatif dari perangkat kapitalisme Barat seperti IMF, Bank Dunia dan Bretton Wood. Perekonomian alternatif ini bisa disebut 'Green Bandung Wood'.
Kedelapan, di bidang gender, perlu dilakukan langkah-langkah bersama untuk mengakhiri system patriarki dan kekerasan terhadap perempuan.
Lalu di bidang sosial-media, terjadi kesemrawutan digital (digital disorder) yang berdampak pada kesehatan mental dan ekonomi masyarakat, baik yang bersifat positif maupun negatif. Perlu dibangun system perundang-undangan yang mengatur transformasi digital agar dampak negatifnya bisa dihilangkan atau diminimalisir.
Kesepuluh, di bidang tata-dunia, perlu digali dan dikembangkan imaginasi dan pemikiran berdasarkan Bandung Spirit.
Sementara di bidang ekologi, perlunya dilakukan mitigasi terhadap kerusakan lingkungan dan ditetapkan prinsip-prinsip perancangan lingkungan dan perkotaan yang berdasarkan atas kebutuhan setempat, dan bukan atas buku-buku panduan dari negara asing.
“Pembangunan habitat yang berkelanjutan perlu menata ulang hubungan desa-kota dan memberikan prioritas bagi pembangunan perdesaan,” ujar Darwis.
Keduabelas, Konferensi menilai kolonialisme, neo-kolonialisme dan imperialisme Barat masih bercokol di negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Gerakan-gerakan sosial dan politik di negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin perlu bersatu untuk menggalang kekuatan dan solidaritas guna mengakhiri kolonialisme, neokolonialisme dan imperialisme.
“Serta membangun alternatif tata-dunia baru berdasarkan perdamaian, keadilan dan kemakmuran abadi,” imbuh Khudori.
Selanjutnya, perang masih terjadi di berbagai bagian dunia, baik di Afrika, Asia, Amerika maupun Eropa. Peperangan tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga secara virtual, digital, melalui sosial-media dan secara ekonomi melalui sanksi-sanksi negara-negara Barat terhadap negara-negara yang tidak sesuai dengan kepentingan Barat.
Terkait perang yang terjadi di Ukraina saat ini, disebut bahwa ini bisa dipahami sebagai perlawanan Rusia terhadap agresi Barat yang sudah berlangsung secara bertahun-tahun melalui sanksi-sanksi ekonomi dan media.
“Perang di Ukraina adalah perang antara AS-NATO melawan Rusia. Perang ini sudah memakan korban jiwa tapi juga berdampak pada krisis global di bidang pangan, energi dan keuangan. Kampanye untuk menghentikan perang perlu terus dikumandangkan, termasuk seruan untuk menghentikan pasokan senjata dari Barat kepada Ukraina,” kata Khudori.
Lalu, dalam krisis global ini, NAM dituntut untuk berperan lebih aktif memprakarsai langkah-langkah damai dengan membangun sinergi dengan BRICS guna mengimbangi kekuatan ekonomi dan militer dari AS, NATO dan sekutu-sekutunya.
“Bangkitnya Asia sebagai kekuatan ekonomi dan pemain geopolitik global merupakan peluang bagi kebangkitan kekuatan Asia, khsususnya China, India, Indonesia, untuk memimpin dunia menuju perdamaian, keadilan, dan kemakmuran abadi,” tegas Khudori.
Untuk diketahui, konferensi ini melibatkan sekitar 140 sarjana dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi dari berbagai bidang profesional serta aktivis gerakan sosial dan solidaritas, yang berbasis di wilayah geografis yang beragam di Afrika, Amerika, Asia, Australia dan Eropa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.