Bacakan Pembelaan, Benny Tjokro Mengeluh Dirinya Dituntut Lebih Berat dari Direktur ASABRI
Terdakwa Benny Tjokro mengaku dirinya diperlakukan sewenang-wenang karena dituntut hukuman mati dalam kasus korupsi dana ASABRI.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perkara dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) yang menyeret Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro alias Benny Tjokro masih berlanjut.
Hari ini, Rabu (16/11/2022) Benny Tjokro membacakan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Sebagaimana diketahui, dalam perkara ini Benny Tjokro dituntut hukuman mati oleh JPU.
Tuntutan tersebut pun dianggapnya sewenang-wenang.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati, Benny Tjokro Ajukan Pledoi 3.000 Halaman
Sebab, tuntutan itu lebih berat daripada yang diberikan kepada Mantan Direktur PT Asabri, Adam Rahmat Damiri dan Sonny Widjaja sebanyak 10 tahun penjara.
"Tuntutan ini jauh lebih berat dari tuntutan dalam perkara mantan Direktur PT ASABRI yang jelas-jelas memiliki kekuasaan dan wewenang untuk menentukan suatu transaksi," kata Benny Tjokro alam persidangan pada Rabu (16/11/2022).
Dalam hal transaksi yang dilakukannya, dirinya mengklaim telah memberikan keuntungan kepada PT ASABRI berupa Rp 2,65 triliun dan Rp 1,29 triliun.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati, Terdakwa Perkara Korupsi ASABRI Benny Tjokro Bacakan Pembelaan
Kemudian terdapat pula keuntungan berupa kawasan siap bangun (kasiba) dengan estimasi Rp 5,44 hingga Rp 5,31 triliun.
"Jaksa penuntut umum seolah-olah menutup mata atas keuntungan triliunan rupiah yang diterima oleh PT ASABRI dari transaksi yang dilakukan dengan saya," katanya.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Benny Tjokro tak hanya dituntut hukuman mati.
Dirinya juga dituntut dengan hukuman uang pengganti sebesar Rp 5.733.250.247.731.
Jika uang pengganti tidak dibayarkan dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam tuntutannya, jaksa mengungkapkan bahwa Benny Tjokro secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Perbuatan tersebut pada akhirnya menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 22,7 triliun.
Baca juga: Kejaksaan Sita 150 Bidang Tanah Milik Benny Tjokro di Tangerang
Kerugian itu disebut jaksa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor: 07/LHP/XXI/05/2021 tertanggal 17 Mei 2021.
Dalam pertimbangan memberatkan, jaksa menyebut Benny selama persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah dan penyesalan sedikit pun atas perbuatan yang telah dilakukannya.
Selain itu menurut jaksa, perbuatan Benny Tjokro termasuk extraordinary crime dengan modus investasi melalui bursa pasar modal, menyembunyikan ke dalam struktur bisnis, dan menyalahgunakan bisnis yang sah.
"Perbuatan terdakwa mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan terhadap kegiatan investasi di bidang asuransi dan pasar modal," kata jaksa penuntut umum.