Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sidang Perdana Eks Bos ACT: Terungkap Jumlah Donasi yang Diselewengkan, dan Terancam 5 Tahun Penjara

Inilah sejumlah fakta yang terungkap dalam sidang dakwaan tiga petinggi ACT. Di antaranya soal menghilangnya pasal pencucian uang hingga gaji bos ACT.

Editor: Wahyu Aji
zoom-in Sidang Perdana Eks Bos ACT: Terungkap Jumlah Donasi yang Diselewengkan, dan Terancam 5 Tahun Penjara
Tribunnews/JEPRIMA
Suasana persidangan perdana penggelapan dana bantuan Boeing oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan terdakwa mantan Presiden ACT Ahyudin digelar secara daring di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, (15/11/2022). Sidang tiga calon terdakwa ini dipimpin Hakim Ketua Hariyadi didampingi dengan dua hakim ketua yakni Mardison dan Hendra Yuristiawan. Adapun agenda pertama mendengarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) sesuai diatur Bagian Ketiga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI buka suara soal hilangnya pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap para mantan petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam perkara penggelapan dana donasi korban Lion Air.

Dalam dakwaan diketahui, ketiga terdakwa yakni eks Presiden ACT, Ahyudin, Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Dewan Pembina ACT, Hariyana Hermain hanya didakwa Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyebut dakwaan yang dibuat itu berdasarkan berkas perkara yang dilimpahkan penyidik Bareskrim Polri.

"Dasar surat dakwaan itu berkas perkara dari penyidik, yang hanya mencantumkan pasal 372 jo Pasal 374 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dan 56 KUHP," jata Ketut saat dihubungi, Selasa (15/11/2022).

Ketut tidak bisa berkomentar lebih jauh soal hilangnya pasal TPPU dalam berkas perkara tersebut.

"Saya kurang tahu proses penanganannya ya, tapi berkas perkara pasal yang dicantumkan hanya itu," ucapnya.

Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang dibacakan di persidangan, Ahyudin hanya didakwa pasal 374 subsider pasal 372 KUHP juncto pasal 55 penggelapan ayat ke 1 ke 1 KUHP soal Tindak Pidana Penggelapan dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.

BERITA REKOMENDASI

Sementara, untuk terdakwa Ibnu Khajar dan Hariyana hanya didakwa pasal 372 KUHP juncto pasal 55 penggelapan ayat ke 1 ke 1 KUHP soal Tindak Pidana Penggelapan.

Ada pasal yang hilang dalam dakwaan tersebut yakni Pasal 45 a ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Kemudian Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 juncto Pasal 5 Undang-Undang 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, lalu Pasal 3, 4, 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Baca juga: Fakta Sidang Dakwaan Bos ACT: Pasal Pencucian Uang Hilang hingga Gaji Petinggi Capai Rp 100 Juta

Dalam persangkaan pasal TPPU sendiri, ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.

Kuasa hukum Ahyudin, Irfan Junaedi menyebut kliennya memang hanya dijerat pasal penggelapan dalam dakwaan tersebut.


"Kalau bicara dakwaan saat ini enggak, ini hanya tindak pidana awalnya saja, yaitu pasal 374 dan atau 372," kata Irfan kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Irfan menyebut untuk tidak adanya pasal-pasal TPPU tersebut merupakan kewenangan dari penyidik yang menangani perkara tersebut.

"Tapi kalau untuk bicara detilnya itu kewenangan penyidik, saat ini memang yang sedang diproses memang pasal 374 dan subsider pasal 372 jo pasal 55," ujarnya.

Dakwaan ACT

Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia.

Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.

"Atas peristiwa tersebut Boeing menyediakan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610," ucap Jaksa.

Baca juga: Didakwa Lakukan Penggelapan Dana Donasi, Eks Presiden ACT Ahyudin Tak Layangkan Nota Keberatan

"Selain itu Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan," sambungnya.

Namun, uang donasi BCIF tersebut tidak langsung diterima oleh ahli waris, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.

ACT, sebagai pihak ketiga mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk menjadi lembaga pengelola dana donasi BCIF tersebut

Dalam perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial BCIF sebesar USD 144.500 dari Boeing. Namun, uang donasi BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain sebesar Rp117 miliar bukan untuk peruntukannya.

"Telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997,diluar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," ucap Jaksa.

Rincian Dana yang Diselewengkan

Jaksa menyebut, Ahyudin dan dua terdakwa lainnya menggunakan dana donasi sebesar Rp 117,9 miliar.

Jaksa lantas memerinci dana yang diselewengkan oleh Ahyudin Cs sebagaimana protocol BCIF, yakni sebagai berikut:

- Pembayaran gaji dan THR karyawan dan relawan Rp 33.206.008.836

- Pembayaran ke PT Agro Wakaf Corpora Rp 14.079.425.824

- Pembayaran ke Yayasan Global Qurban sebesar Rp 11.484.000.000

- Pembayaran ke Koperasi Syariah 212 sebesar Rp 10.000.000.000

- Pembayaran ke PT Global Wakaf Corpora sebesar Rp 8.309.921.030

- Tarik tunai individu sebesar Rp 7.658.147.978

- Pembayaran untuk pengelola sebesar Rp 6.448.982.311

- Pembayaran tunjangan pendidikan sebesar Rp 4.398.039.690

- Pembayaran ke Yayasan Global Zakat sebesar Rp 3.187.549.852

- Pembayarran ke CV Cun sebesar Rp 3.050.000.000

- Pembayaran program sebesar Rp 3.036.589.272

- Pembayaran ke dana kafalah sebesar Rp 2.621.231.275

- Pembelian kantor cabang sebesar Rp 1.909.344.540

- Pembayaran ke PT Trading Wakaf Corpora sebesar Rp 1.867.484.333

- Pembayaran pelunasan lantai 22 sebesar Rp 1.788.921.716

- Pembayaran ke Yayasan Global Wakaf sebesar Rp 1.104.092.200

- Pembayaran ke PT Griya Bangun Persada sebesar Rp 946.199.528

- Pembayaran ke PT Asia Pelangi Remiten sebesar Rp 188.200.000

- Pembayaran ke Ahyudin sebesar Rp 125.000.000

- Pembayaran ke Akademi Relawan Indonesia sebesar Rp 5.700.000

- Pembayaran lain lain sebesar Rp 945.437.780

- Dana tidak teridentifikasi sebesar Rp 1.122.754.832

Atas perbuatannya, terdawak Ahyudin didakwa pasal 374 subsider 372 KUHP juncto pasal 55 ayat ke 1 ke 1 KUHP soal Tindak Pidana Penggelapan. Sementara untuk terdakwa Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain didakwa pasal 374 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan hukuman maksimal masing-masing terdakwa 5 tahun penjara.(Tribun Network/abd/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas