Bima Arya: Idealnya Pemerintah Pusat Tunjuk Sekda untuk Menjadi Penjabat Kepala Daerah
Bima Arya menyatakan, seharusnya pemerintah dapat menghitung, menimbang, dan mendengar masukan dari para pejabat di daerah.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya menyatakan, beberapa kali pihaknya memberikan saran kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait penunjukkan Penjabat (Pj) kepala daerah.
Dalam usulannya, Bima Arya menyatakan, seharusnya pemerintah dapat menghitung, menimbang, dan mendengar masukan dari para pejabat di daerah.
"Makanya kami Apeksi selalu mengusulkan kepada pemerintah pusat kepada pak Tito agar menghitung, menimbang dan sangat mendengar masukan dari daerah," kata Bima Arya dalam acara seminar secara daring bersama FIA UI, Kamis (17/11/2022).
Pria yang juga menjabat sebagai Wali Kota Bogor itu menyatakan, sejatinya pemerintah menunjuk sekretaris daerah (sekda) untuk menggantikan sementara para kepala daerah atau sebagai penjabat.
Hal itu didasari karena menurut Bima Arya, sekda merupakan orang yang paling paham atas perencanaan tiap kota atau daerah sepeninggal kepala daerah terpilih.
Baca juga: Respons Kejagung Soal Eks Kejati Papua Nikolaus Kondomo Diangkat Jadi Penjabat Gubernur: Kita Dukung
"Jadi idealnya itu adalah sekda , sekda itu adalah orang yang paling ideal untuk menjadi Penjabat karena paham perencanaan," kata dia.
Sebaliknya, jika yang menduduki jabatan sebagai penjabat kepala daerah bukan orang yang sebelumnya menjabat sekda maka penataan suatu daerah harus dimulai dari awal.
"(Sekda) paham bagaimana berkomunikasi dengan dewan dan juga paham apa yang menjadi prioritas, kalau bukan sekda itu kembali lagi dari 0," ucapnya.
Bima Arya menyatakan seluruh penjabat kepala daerah minimal harus mengerti problem atau masalah yang ada di daerahnya dan harus menjalin komunikasi dengan anggota dewan termasuk dengan DPRD setempat.
Hal itu dia dapat setelah mendengar adanya keluhan dari para walikota yang sebagiannya tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).
Baca juga: Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi: Saya Ini ASN, Saya Tidak Paham Politik
"Keluhannya tidak semua (penjabat daerah) memahami dinamika lokal, saya tidak berbicara soal isu putera daerah, bagi saya apapun sukunya berhak menjadi Penjabat kepala daerah atau memimpin daerah tetapi kalau kemudian latar belakangnya itu tidak membuat mereka paham atas dinamika lokal ini saya kira akan sangat berbahaya sehingga tidak ada sensitivitas nya seperti itu," kata Bima.
Tak hanya itu, penjabat kepala daerah saat ini juga harus siap menjadi pemimpin di masa transisi menuju Indonesia emas 2045. Jika tidak, maka kata dia, impian itu hanya belaka saja.
Karenanya penjabat daerah yang saat ini memimpin suatu kota atau kabupaten harus memiliki pemahaman dan bisa memobilisasi kondisi politik di daerahnya.
"Kalau penjabat daerah itu tidak punya pemahaman pemerintahan apalagi tidak mempunyai kemampuan memobilisasi politik dengan dinas-dinas dan komunikasi dengan dewan maka Indonesia 2045 pasti targetnya tidak akan seperti yang akan kita harapkan gitu," ucapnya.
Baca juga: Mendagri Tito Karnavian Lantik Tiga Penjabat Gubernur DOB Papua
Lebih lanjut, Bima Arya juga menyebut kalau sejauh ini dirinya kerap mendengar keluhan dari kepala daerah lain perihal munculnya izin pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana pemerintahan sebelumnya.
Dari kondisi itu, Bima Arya berharap adanya peran dari Penjabat kepala daerah sebagai orang yang berwenang saat ini di daerahnya untuk bisa mengkontrol dan mengendalikan hal tersebut.
"Di perjalanan saya banyak mendengar curhat dari temen-temen kepala daerah bagaimana tiba-tiba saja muncul izin-izin usaha yang bermasalah yang tidak sesuai dengan local wisdom yang tidak sesuai dengan rencana pembangunan tata kota dan sebagainya," ucapnya.