Pakar Hukum Soroti Penyelenggaraan Munas Pelti 2022, Pakai Kata Sportif
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis memberikan catatan dari perspektif hukum mengenai penyelenggaraan Munas Pelti.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Musyawarah Nasional (Munas) Persatuan Lawn Tenis Indonesia (Pelti) akan berlangsung di Jakarta pada 18-21 November.
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis memberikan catatan dari perspektif hukum mengenai penyelenggaraan Munas Pelti khususnya kepada peserta Munas maupun kandidat ketua umum Pelti.
Menurut Margarito Kamis, kandidat yang mengikuti pemilihan ketua umum adalah calon yang memenuhi sejumlah persyaratan.
Dia mencontohkan bakal calon ketua umum yang mendaftar harus didukung oleh sepuluh pengurus daerah Pelti ditambah menyetorkan sejumlah uang ke bendahara Pelti.
Baca juga: Mayoritas Pengurus Provinsi Pelti Gelar Pertemuan Tujuannya Untuk Protes Pengurus Pusat Pelti
Setelah seseorang mendaftar dengan membawa sejumlah persyaratan, menurut Margarito, dalam perjalanannya kandidat menemukan kenyataan bahwa dukungannya ternyata banyak yang tidak valid.
"Lalu, yang bersangkutan mempersoalkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan aturan pendafaran dan sebagainya. Bagi saya, sebagai orang hukum, itu tidak logis. Tidak masuk di akal, konyol. Mengapa konyol, dari mana Anda tahu angka sepuluh sebagai syarat," kata Margarito Kamis kepada wartawan, Jumat (18/11/2022).
Margarito mempertanyakan dari mana seseorang atau kandidat tahu mengenai aturan sebagai calon ketua umum.
Hal itu yang karena kandidat atau seseorang membaca aturan.
"Dengan membaca aturan itu maka Anda mengetahui aturan itu. Maka, sama artinya Anda (kandidat ketua umum Pelti) menundukkan diri pada aturan itu, dan dengan begitu Anda menerima akibat hukum yang timbul dari tindakan aturan itu," tegas Margarito.
Oleh karena itu, kandidat setelah mendaftar tidak ada ruang hukum untuk mempersoalkan aturan pendaftaran itu apalagi mempersoalkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi.
"Kalau mempersoalkan itu, memalukan bagi saya," ujar Margarito.
Margarito juga menyoti soal pengurus yang sudah meninggal, lalu ada orang yang memperpanjang kepengurusannya.
"Tentu saja dia (orang yang meninggal) tidak mengurus, tetapi dengan memperpanjang kepengurusan itu, bagi saya itu soal sebagai orang hukum. Mengapa? Mana ada orang mati jadi subjek hukum," tanya Margarito.
Baca juga: Edward Omar Sharif Hiariej Dapat Dukungan Pelti Kalimantan Utara Maju Sebagai Calon Ketum PP Pelti
Pada sisi lain, seseorang atau pengurus yang memperpanjang maka yang bersangkutan memiliki hak dan kewajiban.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.