Saksi Sebut ACT Hanya Salurkan Rp 900 Juta dari Dana Sosial Ahli Waris Korban Lion Air 2 Miliar
Saksi mendapat informasi terkait adanya dugaan penggelapan dana sosial yang diberikan Boeing kepada ahli waris korban melalui Yayasan ACT.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan perkara penggelapan dana sosial dari Boeing untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang dilakukan yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Persidangan kali ini beragendakan pemeriksaan saksi atas terdakwa eks Presiden yayasan ACT, Ahyudin, Selasa (22/11/2022).
Saksi yang merupakan penyidik Bareskrim Polri bernama John Jefry mendapat informasi terkait adanya dugaan penggelapan dana sosial yang diberikan Boeing kepada ahli waris korban melalui Yayasan ACT.
Setelah itu, John menyebut dirinya membuat laporan tipe A atau laporan yang dibuat penyidik Polri sendiri atas kasus tersebut.
Awalnya, Hakim bertanya soal apakah para ahli waris tidak menerima dana sosial tersebut secara keseluruhan.
Baca juga: Uang Donasi Ditilep, Rp 117,9 Miliar Masuk Kantong Pribadi Tiga Bekas Bos dan Yayasan ACT
"Laporannya apakah dia (ahli waris korban) itu tidak menerima (dana sosial) semua atau gimana?" tanya hakim.
"Hanya menyampaikan ada dana yang dikelola ACT atas nama ahli waris dia dan ada pembangunan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta namun dana yang diajukan oleh ACT Rp 2 miliar hanya dihabiskan Rp 900 jutaan," kata John.
John hanya mengetahui soal dana sosial untuk pembangunan fasilitas pendidikan Muhammadiyah Secondary School Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta yang dananya diduga digelapkan saat itu.
Baca juga: Beda dengan Ahyudin, 2 Terdakwa Kasus Penyelewengan Donasi ACT Ajukan Keberatan atas Dakwaan Jaksa
"Yang di Wonosari, kan ada selisih. Itu selisihnya lari ke mana?" kata hakim.
"Itu kita kurang tahu," ujar John.
Selanjutnya, saksi juga tidak mengetahui apakah organisasi filantropi itu melakukan pemotongan untuk keuntungan organisasi tersebut.
"ACT melakukan pemotongan?" tanya hakim.
"Kalau mengambil keuntungan atau tidak, saya tidak mengetahui. Tapi, setiap dana sosial yang didapat Rp2 miliar, pihak ACT enggak menghabiskan dana yang disediakan. Yang saya ketahui hanya Yogyakarta dan Pangkal Pinang," jawab John.
Dalam hal ini, majelis hakim juga akan melakukan sidang dengan terdakwa lain yakni Presiden ACT, Ibnu Khajar dan salah satu Dewan Pembina ACT, Heriyana binti Hermain.
Keduanya akan menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan alias eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan pada pekan lalu.
Baca juga: ACT Klaim Ditunjuk Langsung dari Boeing untuk Kelola Dana Sosial Keluarga Korban Lion Air JT-610
Untuk informasi, Eks Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin didakwa melakukan penggelapan dana donasi dari Boeing untuk keluaga atau ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Ahyudin melakukan penggelapan dana donasi itu bersama Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain selaku Dewan Pembina ACT.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia.
Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.
"Atas peristiwa tersebut Boeing menyediakan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610," ucap Jaksa.
"Selain itu Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan," sambungnya.
Namun, uang donasi BCIF tersebut tidak langsung diterima oleh ahli waris, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
ACT, sebagai pihak ketiga mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk menjadi lembaga pengelola dana donasi BCIF tersebut
Dalam perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial BCIF sebesar USD 144.500 atau senilai Rp2 miliar per ahli waris dengan total dana sekitar Rp138 miliar dari Boeing.
Namun, uang donasi BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain sebesar Rp117 miliar bukan untuk peruntukannya.
"Telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997,diluar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," ucap Jaksa.
Atas perbuatannya, terdakwa Ahyudin didakwa pasal 374 subsider 372 KUHP juncto pasal 55 ayat ke 1 ke 1 KUHP soal Tindak Pidana Penggelapan.
Dakwaan tersebut juga berlaku bagi terdakwa lain yakni Ibnu Khajar dan Hariyana binti Hermain.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.