Meski Tak Lahir di Toraja Johanis Tanak Bangga Perkenalkan Diri Sebagai Orang Toraja
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengaku bangga memperkenalkan dirinya sebagai orang Toraja meskipun dia tidak dilahirkan di Toraja.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, MAKALE - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengaku bangga memperkenalkan dirinya sebagai orang Toraja meskipun dia tidak dilahirkan di Toraja.
"Saya memang tidak lahir di Toraja, tapi setiap ditanya Pak Johanis orang mana, dengan bangga saya jawab Toraja," demikian jawaban lugas, tegas dan spontan Johanis Tanak (61), saat ditanya kesan atas kampung halamannya, Rabu (30/11/2022) sore.
Jawaban itu meluncur dalam sesi awal serial Bincang Eksklusif Tribun Network bersama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Sesi wawancara khusus digelar sehari menjelang peluncuran portal berita, TribunToraja.com, Kamis (1/12/2022) di Toraja Heritage Hotel, Jl Kete Kesu, Rantepao, Toraja Utara.
Baca juga: Desa Wisata, Kopi dan Diaspora Toraja Tandai Launching TribunToraja.com, Portal Ke-68 Tribun Network
Topik wawancara sejatinya ringan; Sumbangsih Johanis Tanak untuk Kampung Halaman.
Awal wawancara dimulai dengan kopi Toraja yang mendunia.
"Saya ini penikmat air kotor," ujar Johanis berseloroh.
Jawaban itu membuat sang pewawancara, News Director Tribun Network Febby Mahendra Putra (56), bengong. “Masa air kotor?”
Johanis pun terdiam dengan senyum merekah, "Ya, air yang dicampur kopi Toraja," jawaban Johanis mencairkan suasana.
Wawancara berlanjut kesan atas kampung halaman, suka duka selama 35 tahun jadi jaksa negara, pendapat soal penegakan hukum hingga sekelumit gagasan tentang pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Johanis baru sebulan berkantor di Gedung Merah Putih, KPK, kawasan Kuningan.
Dia menggantikan Lili Pintauli, komisioner KPK periode 2019-2023, yang mundur setelah tersandera polemik etik di kasus proyek Sirkuit Mandalika, Juli 2022 lalu.
Baca juga: Johanis Tanak, Wakil Ketua KPK Baru, Pernah Usulkan Restorative Justice bagi Koruptor
Johanis yang juga Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung ini, juga menegaskan komitmennya menjadi satu dari lima pimpinan KPK.
"Saya luruskan dulu, saya itu tak bersumpah saat dilantik jadi KPK, melainkan berjanji di depan Presiden, tanggal 28 Oktober (2022), di hari Sumpah Pemuda," ujar Johanis.
Wawancara berdurasi 45 menit itu mengalir.
Johanis bercerita, meski orangtuanya adalah asli kelahiran Toraja, dia sama sekali tak bisa menggunakan bahasa ibunya.
"Saya ini kan anak polisi, tidak lahir di Toraja, tapi tinggal di asrama polisi, bersama anak-anak lain dari seluruh Indonesia," ujar doktor hukum dari Universitas Airlangga, Surabaya ini.
Johanis lahir di Poso, Sulawesi Tengah, 23 Maret 1961.
Jenjang pendidikan dasar, dan menengah ditamatkan di pedalaman utara Teluk Bone itu.
Tahun 1983, Johanis kuliah hukum di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Baharuddin Lopa adalah salah satu dosen favoritnya.
Tak dinyana, Lopa justru jadi atasannya saat dia mulai berkarier sebagai jaksa di Gedung Bundar, Kejakgung, Jakarta.
"Saya ditunjuk jadi jaksa penyidik di kasus Bulog Gate I, di masa Pak Baharuddin Lopa jadi, jaksa agung," ujarnya, saat ditanya kasus-kasus paling berkesan saat jadi jaksa.
Karier kepemimpinannya di korps Adhyaksa dimulai 2007-2009. Dia menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Jawa Barat.
Tahun 2014 dia diamanahkan sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau pada 2014 dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada 2016.
Kejari Tana Toraja, Erianto Laso’ Paundanan, adalah salah satu bawahannya saat Johanis bertugas di Palu, dan Kajati Jambi.
Sebelum mendaftar di KPK, tahun 2017, Johanis mengemban tugas sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI.
Dia juga sempat menjabat Direktur Sosial Budaya dan Pemasyarakatan pada Kejaksaan Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung RI, jadi pengajar di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung.
Johanis memang memiliki darah Sang Torayan.
"Almarhum bapak saya itu, dikuburkan di kampung kecil di Sa’dan," ujarnya merujuk nama kecamatan tua di kawasan pegunungan utara Toraja.
Baca juga: Komitmen Johanis Tanak Usai Dilantik Sebagai Wakil Ketua KPK
Ayahnya Jusuf Ta’nak, seorang Brimob, pasukan elite Polri yang ditugaskan di pedalaman Poso, daerah konflik SARA di Sulawesi Tengah.
Ayahnya pensiun dengan pangkat terakhir, bintara senior, Pembantu Letnan Satu.
Ayahnya lahir dan besar di Sangka’ropi, Sa’dan.
Sedangkan ibunya, Thabita Sili berasal dari Lembang To’yasa Akung, Kecamatan Bangkelekila, juga di utara Toraja.
kedua orangtua Johanis ingin anaknya berpendidikan tinggi. Sebelas saudaranya, meraih gelar sarjana.
"Setelah bapak pensiun, dan tinggal di Makassar, hampir setiap tahun kami bersaudara pulang kampung."
Tentang namanya, Johanis juga bersemangat memberi semacam klarifikasi.
"Nama saya itu sebenarnya bukan Tanak. Asli pemberian orangtua itu Ta’na, ada koma atas di tengah," ujarnya.
Makna nama itu adalah bibit beras yang baru disemaikan dan siap tanam.
"Itu nama asli saya dari Bapak, tapi mungkin waktu SD, guru mau gampang jadi ditulis Tanak saja. Jadilah akhirnya itu yang dipakai resmi sampai sekarang."
Di kampung halaman ayahnya di Sa’dan, keluarga Jusuf Ta’na kini membangun kembali lembang dan tongkonan.
"Kami baru bangun Alang (lumbung padi) kecil. Kami mau bangun Tongkonan besar, tapi lahannya kecil,” ujarnya.
Rindu Kampung
Johanis mengaku saban tahun selalu ingin pulang.
Khususnya saat di akhir masa kariernya di kejaksaan.
Dia lolos ke KPK dalam rangkaian seleksi panjang.
Dia mengaku, hanya ingin menegakkan kode etik KPK hingga dua tahun tersisa periode komosioner antirasuah ini.
Di tahun 2019 lalu, Dr Johanis Tanak, SH, MHum merupakan satu-satunya putra Toraja yang masuk seleksi 10 besar hingga ke DPR.
Sebelumnya, ada enam anak Toraja yang ikut seleksi Calon Pimpinan KPK.
Dia mengungguli lima tokoh diaspora Toraja lain.
Ada Komjen Pol Dharma Pongrekun, Prof. Dr. Marthen Napang, SH, MH, Ferdinand T Andi Lolo, Yohana Pong Parante, dan Yves S Palambang.
Johanis juga menyisihkan empat jaksa karier koleganya, di 10 besar Capim KPK.
Mereka yaitu Kepala Kejati Sumatera Selatan Sugeng Purnomo, Kepala Kejati Sulawesi Tengah Muhammad Rum, Kepala Pusat Pendidikan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan pada Badan Diklat RI Ranu Mihardja serta Jaksa Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Supardi.