Kisah Pendamping Korban Kekerasan Seksual: Masih Ada Kendala Akses Layanan Alat Kontrasepsi Darurat
Penggunaan alat kontrasepsi darurat di Indonesia masih mengalami hambatan, khususnya akses yang sulit didapat para penyintas kekerasan seksual.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Wahyu Gilang Putranto
"Kok di rumah sakit ini tidak mendapatkan layanan sih, padahal saya butuh bantuan. Nah itu dia bisa melakukan komplain supaya layanan di rumah sakit lebih baik. Karena tidak semua dokter atau rumah sakit terlatih untuk menangani korban. Kadang mereka berpikir waduh ini kasus hukum ya, kayaknya kami tidak bisa deh,” ucap dr Baety.
Menurutnya, hal ini dikarenakan masih ada pemahaman, bahwa kasus hukum harus ada dokter forensik.
Oleh karena itu, jika ada korban yang tidak mendapatkan layanan, dr Baety menganjurkan untuk melakukan komplain pada rumah sakit.
Lebih lanjut dr Baety pun menyarankan pada masyarakat khususnya penyintas korban untuk langsung saja pergi ke rumah sakit rujukan untuk dapatkan layanan.
Karena kondisinya penyintas yang membutuhkan ini harus berkeliling kesana-kemari untuk mendapatkannya.
“Kadang kasihan juga ada pasien keliling dulu, ke bidan dulu, ke klinik dulu ke puskesmas dulu baru ke rumah sakit. Itu sudah beberapa kali diperiksa dan ada hal menimbulkan trauma,” papar dr Baety.
Ia pun mengatakan jika pernah mendapatkan pasien yang telah melakukan tiga kali pemeriksaan.
Sistem ini harus diubah agar pasien mendapatkan rujukan rumah sakit yang memadai.
“Saya pernah mendapatkan pasien sudah tiga kali periksa, pas ke saya itu sudah banget periksanya. Jadi mungkin yang bisa diedukasikan kepada masyarakat, kalau mengalami kasus (kekerasan seksual) ada fasilitas rumah sakit yang menjadi pusat rujukan, ke sana dulu,” terang dr Baety.
Menurut dr Baety, selain dokter seperti bidan atau perawat, mereka tidak punya kompetensi melakukan pemeriksaan kasus kekerasan seksual.
Hal ini yang kadang-kadang belum dipahami oleh semua pihak.
“Ya sudah deh coba periksa dulu mungkin karena desakan keluarga. Padahal tidak bisa, dipastikan karena tidak punya pengetahuan cukup. Karena pendidikan keperawatan dan kebidanan tidak diajari ilmu forensik,” jelas dr Bety.
Menurutnya, tenaga kesehatan memang perlu dilibatkan, tapi lebih kepada menjaring kasus.
Perlu dibekali pengetahuan dari segi wawancaranya, dan kalau ada kemungkinan korban kekerasan seksual, bukan diperiksa tapi diberi rujukan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.