Komnas Perempuan Tegaskan Aparat Keamanan Harus Melindungi Perempuan
Komnas Perempuan Andy Yentriyani menyoroti kondisi kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan aparat keamanan di tanah air.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani menyoroti kondisi kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan aparat keamanan di tanah air.
Menurutnya, aparat keamanan harus memberikan rasa aman bagi masyarakat sipil terutama kelompok rentan seperti perempuan.
"Di sisi lain kehadiran aparat keamanan justru tidak jarang diikuti dengan risiko kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual," katanya dalam diskusi bertajuk Perkembangan Agenda Reformasi Sektor Keamanan Berperspektif Gender, Jumat (2/12/2022).
Andy mengatakan kondisi ini menjadi gambaran tidak ada ada jaminan keamanan bagi kaum perempuan.
Baca juga: VIDEO EKSKLUSIF Keterwakilan Perempuan dalam Pemilu 2024: Meningkat atau Merosot?
Negara harus melakukan pemantauan keamanan kondisi perempuan dalam konflik dengan pengerahan aparat keamanan, baik TNI maupun Polri.
Dia menyampaikan bahwa Komnas Perempuan telah melakukan tinjauan ulang dokumen soal kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan yang disebar sejak 2016 hingga 2019.
Berbagai kekerasan yang dialami perempuan di antaranya terjadi di Kalimantan Barat, Aceh, Poso, Bima, Dompu, dan berbagai daerah lainnya.
Baca juga: Kominfo: Pemenuhan Perlindungan Perempuan di Papua Butuh Perhatian Khusus
Selain kekerasan terhadap perempuan, kata dia, dokumen tersebut berisi tentang kebebasan beragama maupun konflik sumber daya alam yang bersinggungan dengan perempuan.
"Dari temuan kekerasan terhadap perempuan kami mengeluarkan sejumlah rekomendasi bersama para mitra guna memastikan pertanggungjawaban dan mengupayakan jaminan agar tidak berulang," ungkap Andy.
Menurutnya, rekomendasi ini bagian dari upaya reformasi sektor keamanan yang memuat agenda untuk menguatkan kepemimpinan perempuan.
"Agenda tinjau ulang dimaksudkan untuk memastikan sejauh mana rekomendasi telah ditindaklanjuti, termasuk capaian-capaian hingga tantangan yang dihadapi ke depannya," katanya.
Baca juga: Puskapol UI: Keterlibatan Perempuan dalam Penyelenggaraan Pemilu Masih Jauh dari Harapan
Komnas Perempuan mengungkapkan kasus kekerasan terhadap perempuan pembela Hak Asasi Manusia (HAM) juga mengkhawatirkan.
Paling tidak ada 87 kasus kekerasan terhadap perempuan pembela HAM yang telah terjadi sejak 2015 hingga 2021.