Ketika Harapan Ketua BEM Unpad Jadi Pegawai Pemerintahan yang Baik Pupus Setelah RKUHP Disahkan
saya dulu punya keinginan untuk menjadi seorang government (pegawai pemerintahan) yang baik, itu jadi hilang harapan
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua BEM Unpad 2022 Virdian Aurellio mengungkapkan perasaannya ketika di tengah diskusi di kawasan Senayan Jakarta, ia mendengar Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan di DPR RI pada Selasa (6/12/2022).
Hal yang pertama diingatnya adalah rekan-rekan segenerasinya yang bahkan ada yang harus kehilangan nyawanya di lapangan ketika menolak RKUHP beberapa waktu lalu.
Hal tersebut diungkapkannya saat Media Briefing Menyoal RKUHP: Catatan Kritis Atas Rencana Pengesahannya yang digelar Public Virtue di Century Park Hotel Jakarta pada Selasa (6/12/2022).
"Sebenarnya barusan ketika saya mendengar kabar RKUHP disahkan itu hal yang paling pertama saya ingat adalah rekan-rekan segenerasi saya yang kemudian harus, bahkan ada yang meninggal di medan lapangan," kata Virdian.
Ia mengaku sedih ketika aksi-aksi penolakan yang telah dilakukan oleh masyarakat sipil menolak pengesahan RKUHP dilihat sekadar sebagai bentuk pembangkangan atau pemberontakan.
Padahal baginya, aksi-aksi penolakan tersebut adalah peningkatan kesadaran kolektif.
"Saya mahasiswa jurusan ilmu pemerintahan, dan saya dulu punya keinginan untuk menjadi seorang government (pegawai pemerintahan) yang baik, itu jadi hilang harapan," kata dia.
Virdian mengatakan hal yang menjadi problematika utama dalam RKUHP bukanlah tentang urusan teknisnya.
Namun demikian, kata dia, RKUHP yang kini telah disahkan menjadi undang-undang adalah suatu undang-undang besar yang akan membentuk karakter generasi secara tidak langsung.
Untuk itu ia mengambil contoh pasal tentang penghinaan presiden, wakil presiden, atau kekuasaan umum, atau pemerintahan, atau lembaga negara.
Ia mengatakan RKUHP yang menjadi usulan pemerintah dan DPR mencerminkan kalimat salah satu diktator Romawi bernama Caligula yang berbunyi "lebih baik mereka benci, tapi mereka takut".
Menurutnya ada satu kesan di mana sebagai warga sipil, ia benci dengan pemerintah karena berbagai hal.
"Tapi kita takut. Generasi kita takut. Karena, nanti kalau ngomong keras-keras nanti kita di, bahasa sederhana lah, ada tukang bakso lah, disadap, jadi begitulah. Itu jadi bahasa yang terkesan kok jadi normal ya? Padahal ini nggak normal untik supremasi sipil yang semakin melemah ini," kata dia.
Baca juga: Fraksi Demokrat Dukung RKUHP Disahkan Tapi Jangan Sampai Kriminalisasi Hak Rakyat
Selain itu, menurutnya memang tidak semua generasinya memiliki perhatian untuk mengkritik pemerintah.
Akan tetapi, menurut dia dampak psikologis dengan adanya pasal tersebut.
"Tetapi ada dampak psikologis kepada publik terutama yang mungkin awam dan masih muda tetapi punya semangat tinggi untuk menjadi social control terhadap negara," kata dia.
"Ada ketakutan generasi kami untuk bersuara. Dan itu fakta ketika berbagai survei dilakukan, The Economist juga mengatakan bahwa dalam 14 tahun terakhir demokrasi kita paling rendah misalnya," sambung dia.
Saat ini, ketika RKUHP tersebut sudah disahkan menjadi undang-undang, lanjut dia, ada perasaan putus asa dari generasinya.
Namun demikian, kata dia, di sisi lain ada perasaan bahwa hal tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja.
"Sekarang kita RKUHP yang baru disahkan, sebenarnya ada perasaan hopeless dari generasi saya, ketika yaudahlah namanya juga pemerintah. Ada di titik itu sebetulnya, menyedihkan," kata dia.
"Rasanya ingin sekali betul kita mengatakan, ya iya tapi ini tidak bisa dinormalkan," sambung dia.