Bom Bunuh Diri di Polsek Astana Anyar Bandung Dinilai Terencana Matang, Efek Jera Hukuman Disorot
Bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, dinilai sudah direncanakan dengan matang. Efek jera hukuman napiter disorot.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat terorisme, Ardi Putra Prasetya, menyebut peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, sudah direncanakan secara matang.
Menurut Ardi, aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar yang dilakukan Agus Sujatno atau yang biasa dikenal Agus Muslim, identik dengan kelompok Al Qaeda dan ISIS yang diaplikasikan kelompok Jemaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Indonesia.
Selain menewaskan pelaku, bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar diketahui menyebabkan seorang polisi tewas dan empat orang mengalami luka-luka.
"(Aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar) sudah direncanakan matang dan melalui beberapa survei, tidak mungkin aksi dilakukan secara spontan."
"Apalagi di sana ditemukan tulisan KUHP Hukum Syirik/Kafir Perangi Para Penegak Hukum Setan QS' 9:29," ungkap Ardi, Rabu (7/12/2022), melalui keterangan yang diterima Tribunnews.
Dikutip dari Kompas TV, pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar adalah residivis narapidana terorisme.
Baca juga: Buntut Bom Bandung, Polri Diminta Waspadai Aksi Teror Saat Pernikahan Kaesang Putra Jokowi
Kapolri Listyo Sigit Prabowo menyebut pelaku pernah ditangkap karena peristiwa bom Cicendo dan sempat dihukum 4 tahun.
Ardi mengatakan, seharusnya mantan pelaku kejahatan idealnya berubah dan mengalami efek jera setelah menjalani masa pidananya.
Namun, menurut Ardi, hal tersebut tidak berlaku koheren dengan kejahatan ideologis bernama terorisme.
Bahkan, banyak pelaku teror menganggap sistem peradilan pidana, termasuk penghukuman di lembaga pemasyarakatan adalah bagian dari perjuangan.
"Di sisi lain regulasi yang mengatur pemidanaan pelaku teror, UU No 5/2018 hanya mengatur tindak pidana terorisme berdasarkan perbuatannya, bukan ideologi pro kekerasannya."
"Jadi, tidak heran ketika mantan narapidana terorisme kembali ke masayarakat, masih memiliki muatan ideologis ekstremisme berbasis kekerasan," jelas dia.
Baca juga: Sebar Foto Jasad Pelaku Bom Bunuh Diri Dapat Didenda 750 Juta dan Penjara 4 Tahun, Ini Penjelasannya
Ardi mengatakan, di dunia, umumnya digunakan dua pendekatan untuk menghentikan seseorang dari aktivitas terorisme, yaitu deradikalisasi dan disengagement (pelepasan).
Di mana, deradikalisasi fokus pada mengubah pemikirannya, sementera disengagement fokus pada social setting yang berimplikasi pada perubahan perilakunya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.