Pimpinan MPR: Tingkatkan Kolaborasi Negara dan Masyarakat dalam Penanganan Penyakit Langka
Menurut Lestari, merupakan tugas negara dan kita semua, untuk membangun kewaspadaan dalam mengantisipasi munculnya kasus-kasus penyakit langka.
Editor: Hasanudin Aco
Hingga saat ini, menurut dia, penanganan penyakit langka masih menghadapi sejumlah kendala seperti antara lain dalam hal biaya, karena mahalnya ongkos pengobatan.
Ironisnya, saat ini BPJS Kesehatan belum bisa menanggung biaya pengobatan penyakit langka ini.
Nurhadi mendorong agar pemerintah bisa membiayai penelitian dan terapi dalam rangka hadir dalam upaya penanggulangan penyakit langka di tanah air.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dr. Imran Pambudi mengungkapkan hingga saat ini tercatat 7.000 jenis penyakit langka yang sudah terdeteksi dan mempengaruhi sekitar 350 juta penduduk dunia.
Menurut Imran, penyakit langka ini menimbulkan masalah kesehatan yang dialami 8%-10% populasi di Indonesia (27 juta jiwa).
Sangat disayangkan, ujar Imran, obat yang tersedia hanya mampu mengobati 5% dari 7.000 penyakit langka yang sudah terdeteksi saat ini.
Selain itu, ujar Imran, pengobatan penyakit langka juga mahal, karena biasanya penyakit langka baru terdeteksi lewat pemeriksaan yang intensif.
Imran berpendapat butuh kolaborasi semua pihak dalam penanggulangan penyakit langka di tanah air. Media massa bisa membantu lewat sosialisasi berbagai upaya pencegahan dan ciri penyakit langka.
Selain itu, tambahnya, masyarakat dan akademisi juga bisa membantu lewat penelitian dan dukungan pembiayaan penelitian terkait penyakit langka ini.
Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM, Sunartini Hapsara berpendapat, meski kategorinya penyakit langka tetapi mengancam jiwa, mengganggu kualitas hidup hingga timbulkan disabilitas, terhadap masayarakat.
Karena itu, ujar Sunartini, penanganan dan pencegahan penyakit langka sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup.
Dalam tata kelola penanganan penyakit langka, jelas Sunartini, penting dilakukan tahapan diagnosa. Tanpa diagnosa yang tepat tidak mungkin penatalaksanaan penyakit langka bisa baik.
Sehingga, tegas Sunartini, skrining penting dilakukan pada fase neonatal, bayi dan anak, balita, usia sekolah hingga remaja, untuk memberikan tindakan yang tepat sejak dini terhadap gejala yang terdeteksi dari hasil skrining.
Dalam pelaksanaan pengobatan dan penanganan penderita penyakit langka, ujar Sunartini, tidak boleh ada diskriminasi untuk mewujudkan proses pembangunan yang lebih inklusif.