Ruang Kritik Kian Terbatas Akibat KUHP, Direktur Eksekutif KedaiKOPI: Seperti Pemerintah Cina
Adi memaparkan adanya strategi otoriter Cina yang sama dalam ruang publik digital di Indonesia.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Kunto Adi Wibowo melihat Indonesia saat ini mulai seperti pemerintahan Cina.
Hal ini mengingat ruang kritik publik yang kian terbatas akibat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kini telah diketuk palu.
Dalam diskusi publik yang berlangsung di cafe kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Adi memaparkan adanya strategi otoriter Cina yang sama dalam ruang publik digital di Indonesia.
Menurutnya, masyarakat Indonesia seakan-akan dikasih ruang untuk memberikan kritik.
Namun, jika ditelisik, kritik yang dilayangkan menurutnya hanya tertuju pada kebijakan yang tidak berada di pemerintahan sentral.
Melainkan, seperti kata Adi, kebijakan-kebijakan di pinggiran saja.
"Kita seakan-akan dikasih ruang untuk mengkritik di kebijakan-kebijakan pinggiran, tingkat Komodo, tingkat Borobudur dan kita merayakan itu sebagai keberhasilan ruang sipil atau gerakan sipil atau apapun itu," kata Adi, Rabu (7/12/2022).
Cina, kata Adi, menjadi objek studi bagaimana pemerintah otoriter mengatur media sosial dan perbincangan digital.
Dalam studi tersebut dapat dilihat bagaimana pemerintah otoriter mengatur media sosial dan perbincangan digital.
"Di Cina Anda boleh mengkritik pemerintah tapi pemerintah lokal. Jangan pemerintah komunis Cina. Tapi Kalau Anda mengkritik pemerintah pusat, selesai, anda hilang besoknya," jelas Adi.
Baca juga: Legislator PKS Diadukan ke MKD DPR RI Buntut Interupsi hingga WO saat Paripurna Pengesahan RKUHP
"Anda boleh mengkritik tapi tidak boleh mengajak atau memobilisasi demonstrasi. Kita melihat ada strategi otoriter yang sama dalam ruang publik digital di Indonesia," tambahnya.
Adi menjelaskan, Demo Reformasi Dikorupsi 2019 lalu merupakan contoh nyata bagaimana ruang kritik publik yang kian dibatasi.
Dalam tindakannya, terlihat kecenderungan pemerintah untuk menyusutkan ruang sipil. Pemerintah membuat apa yang masyarakat lakukan di ruang sipil jadi sia-sia.
"Dan ini menunjukkan bagaimana kecenderungan pemerintah atau penguasa hari ini untuk menyusutkan ruang sipil dan membuat apa yang kita lakukan di ruang sipil dalam bentuk partisipasi-partisipasi digital, clicktivism, atau yang tidak terlalu beresiko menjadi sangat tidak bermakna lagi," tegasnya.