Dugaan Kasus Korupsi BBM Nontunai, Bareskrim Polri Geledah Kantor Pertamina Patra Niaga di Kalsel
Penggeledahan juga dilakukan di Kantor PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region VI Integrated Terminal atau Depo Bahan Bakar Minyak (BBM)
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri masih menyelidiki kasus dugaan korupsi bahan bakar minyak (BBM) nontunai yang merugikan negara hingga Rp451 miliar.
Terkini, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menggeledah kantor milik PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) yang berada di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada Rabu (7/12/2022).
Selain itu, penggeledahan juga dilakukan di Kantor PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region VI Integrated Terminal atau Depo Bahan Bakar Minyak (BBM) Banjarmasin.
"Hasil yang telah diperoleh dari penggeledahan berupa 7 unit CPU, dokumen yang terkait dengan data transaksi pada sistem My SAP (dari server), dokumen yang terkait dengan pemesanan BBM PT AKT dan dokumen lainnya yang terkait dengan perkara," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo dalam keterangan tertulis, Kamis (8/12/2022).
Baca juga: Bareskrim Polri Tetapkan 2 Tersangka Kasus Tambang Ilegal Selain Ismail Bolong, Siapa Mereka?
Cahyono mengungkapkan penggeledahan tersebut dilakukan untuk mencari bukti terkait kegiatan yang dilakukan PT PPN kepada Tambang PT AKT terkait transportir pengiriman BBM dari Depo BBM Kalimantan Selatan.
Selain melakukan penggeledahan, Cahyono mengatakan pihaknya juga menggelar reka ulang mekanisme pengaliran BBM dari depo BBM Banjarmasin kepada transportir yang dilakukan oleh PT PPN.
Reka ulang dilakukan mulai dari penyaluran lewat truk tangki maupun bunker sungai.
"Kegiatan penggeledahan yang dilakukan melibatkan Tim dari Dittipidsiber Bareskrim Polri dan tim PKN BPK RI serta dari Ditreskrimsus Polda Kalsel dan Polsek setempat," tuturnya.
Untuk informasi, kasus dugaan korupsi ini bermula sejak tahun 2009 silam. Saat itu PT PPN memiliki perjanjian jual-beli BBM secara nontunai dengan PT AKT.
Dalam perjanjian itu, kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, PT PPN akan menyuplai BBM setiap bulannya. Selama periode 2009 hingga 2010 akan dipasok 1.500 kilo liter BBM perbulan.
Lalu, pada periode 2010 hingga 2011 meningkat menjadi 6.000 kilo liter perbulan (Addendum I).
Selanjutnya, hingga 2012 kembali ditingkatkan menjadii 7.500 KL per pemesanan (Addendum II).
Dari hasil penyelidikan ditemukan indikasi kerugian negara yang dihitung berdasarkan jumlah BBM yang dikeluarkan oleh PT PPN kepada PT AKT sesuai dengan kontrak dan Addendum I, II yang belum dilakukan pembayaran, sehingga menjadi kerugian negara sebesar Rp451.663.843.083,20 atau Rp451 miliar.
Dalam kasus ini, Bareskrim Polri menduga telah terjadi tindak pidana yang melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.