Pengesahan RKUHP Dikritik, Wapres: Ajukan Judicial Review Kalau Belum Sepakat
Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mendapatkan kritikan dari sejumlah pihak. Begini tanggapan wapres
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) mendapatkan kritikan dari sejumlah pihak.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden KH Maruf Amin mempersilakan masyarakat yang tidak setuju kepada KUHP yang baru agar mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kepada yang belum sepakat bisa menggunakan saluran yang ada yaitu melakukan judicial review di mahkamah," ujar Ma'ruf di Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Ma'ruf menilai ketidaksetujuan merupakan hal yang lumrah.
Meski begitu, Ma'ruf meminta masyarakat tidak menyampaikan secara marah atau kebencian.
"Jadi wajar saja kalau ada orang yang tidak puas, silakan ada cara lain, tidak perlu ada semacam marah-marah dan hal-hal yang menimbulkan kebencian, itu proses-proses negosiasi saja, dengan baik," jelas Ma'ruf.
Dirinya mengatakan Pemerintah telah menyerahkan pembahasan mengenai KUHP kepada DPR.
"Pemerintah sudah menyerahkan pembahasan di DPR, bagaimana membangun kesepakatan, memang tidak mudah kan, semua sepakat dalam semua hal tidak mudah, mesti ada saja," pungkas Ma'ruf.
Baca juga: KUHP Baru: Seseorang Melakukan Makar Terhadap Presiden Bisa Diancam Maksimal Pidana Mati
Seperti diketahui, rapat paripurna DPR RI mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang (UU) pada Selasa (6/12/2022).
Rapat paripurna itu dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di ruang paripurna Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.