Legislator Gerindra: Saya Bingung, PBB dan AS Komentari KUHP Seolah Jadi Bencana
Habiburokhman mengaku heran atas kritikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman mengaku heran atas kritikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
Habiburokhman mengatakan dirinya heran lantaran sebelum RKUHP disahkan menjadi undang-undang (UU), PBB dan Amerika Serikat (AS) tampak tak bersuara.
"Saya bingung ada pihak luar negeri misalanya PBB, ada Amerika Serikat yang mengomentari UU ini seolah-olah kita menjadi bencana ketika disahkannya, kemana mereka selama ini?" kata Habiburokhman dalam diskusi virtual yang digelar MNC Trijaya, Sabtu (10/12/2022).
Habiburokhman menyoroti penggunaan undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Di mana, ancaman hukumannya, yakni 6 tahun penjara.
Selain itu, Waketum Partai Gerindra tersebut juga tentang mengkritisi UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong.
Menurut Habiburokhman, setidaknya kedua UU tersebut telah mengantarkan beberapa tokoh dan aktivis ke penjara.
"Ini dua Pasal yang favorit dan faktanya faktual mengantarkan banyak orang ke penjara. Setidaknya sejak 2014, Habib Rizieq, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, macam-macam. Itu orang sudah dipenjara semua," ucapnya.
Habiburokhman menuturkan dalam KUHP baru seseorang bisa dianggap melakukan tindakan pidana apabila menyebarkan berita bohong lalu menimbulkan kerusuhan.
"Nah pasal-pasal itu di KUHP yang baru direformulasi menjadi sangat moderat. Misalnya penyebaran berita bohong di Pasal 264 KUHP yang baru, (seseorang) baru bisa dipidana apabila berita (itu) menimbulkan kerusuhan," ujarnya.
Demikian juga UU ITE, ia menyebut dalam KUHP baru ancamannya hanya 3 tahun berdasarkan golongan.
Baca juga: Komentari KUHP, Guru Besar UI Minta Kemlu Panggil Perwakilan PBB: Bila Perlu Usir
"Sekarang ancamannya 3 tahun dengan penjelasan yang jelas soal golongan," ungkapnya.
Karenanya, Habiburokhman menilai KUHP jauh lebih merusak ketimbang yang baru sehingga DPR RI pun mengambil keputusan.
"Jadi jauh lebih merusak KUHP yang lama daripada KUHP yang baru. Tidak mungkin bagi kita untuk terus mengulur waktu, harus ada pengambilan keputusan," imbuhnya.