Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim Heran Putri Candrawathi Ngaku Tak Buat Laporan ke LPSK sebagai Justice Collaborator

Putri mengaku LPSK pernah ke kediamannya namun mengaku tidak tahu apa kelanjutan dari kedatangan LPSK itu

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Hakim Heran Putri Candrawathi Ngaku Tak Buat Laporan ke LPSK sebagai Justice Collaborator
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Raut muka istri mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi saat diperlihatkan foto almarhum Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dibuat heran oleh kesaksian istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dalam persidangan, Senin (12/12/2022).

Hakim Wahyu Iman Santosa merasa heran karena Putri Candrawathi mengaku tidak pernah membuat laporan permohonan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menjadi terlindung dalam kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua alias Brigadir J.

Hal itu diungkapkan Putri saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan untuk terdakwa Richard Eliezer atau Bharada Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Mulanya, majelis hakim Wahyu Iman meneruskan pertanyaan tim kuasa hukum Richard Eliezer soal pernah atau tidaknya Putri melayangkan permohonan menjadi Justice Collaborator kepada LPSK.

Baca juga: Sangkal Miliki Hubungan Romantis dengan Yosua, Tes Poligraf Putri Candrawathi Terindikasi Berbohong

"Saudara tadi ditanyakan penasihat hukum, apakah pernah ajukan ke LPSK?" tanya Hakim Wahyu dalam persidangan.

Menanggapi pertanyaan majelis hakim, Putri mengaku tidak pernah mengajukan permohonan.

Berita Rekomendasi

Saat itu, memang kata Putri, LPSK pernah ke kediamannya, namun dirinya mengaku tidak tahu apa kelanjutan dari kedatangan LPSK itu.

"Tidak (pernah mengajukan), waktu itu memang LPSK ke rumah, tapi terus entah bagaimana selanjutnya," ucap Putri.

Majelis hakim merasa heran, sebab, LPSK tidak mungkin datang ke rumah Putri jika tidak ada permohonan.

Namun, Putri Candrawathi tetap mengaku kalau dirinya tak pernah mengajukan permohonan perlindungan tersebut.

"Siapa yang buat permohonan? Karena LPSK nggak akan datang ke rumah Saudara kalau tidak ada permohonan," kata hakim kepada Putri.

"Saya lupa untuk hal itu," jawab singkat Putri.

Sebagai informasi, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam kasus tewasnya Yoshua ini menerima dua permohonan terdakwa untuk menjadi Justice Collaborator atau saksi pelaku yang berhak dilindungi.

Permohonan pertama dilayangkan oleh Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada Eliezer dan kedua dilayangkan oleh Putri Candrawathi.

Baca juga: Putri Candrawathi dan Yosua Selingkuh? Jaksa Ungkap Hasil Tes Kebohongan tapi PC Tetap Membantah

Hanya saja untuk Putri Candrawathi, LPSK menyatakan menolak atau tidak menerima permohonan pengajuan perlindungan itu.

Hal tersebut didasari karena selama proses asesmen, Putri Candrawathi tidak dapat dimintai keterangannya dengan alasan masih shock dan kondisi kesehatannya tidak stabil.

Alhasil, LPSK saat itu tidak dapat memberikan kesimpulan atas pengajuan permohonan yang diajukan oleh Putri Candrawathi dan memutuskan menolaknya.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas