Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pimpinan MPR: Buka Ruang Diskusi untuk Jawab Pro dan Kontra KUHP di Masyarakat

Pada KUHP yang baru ini juga sudah diakomodasi tindak pidana terkait antidiskriminasi.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pimpinan MPR: Buka Ruang Diskusi untuk Jawab Pro dan Kontra KUHP di Masyarakat
Ist
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Diskursus HAM dalam Pembaruan KUHP yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 pada Rabu (14/12/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai pandangan dan masukan masyarakat terkait hak azasi manusia (HAM) harus menjadi landasan dalam upaya pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Pro dan kontra di ranah publik terkait lahirnya KUHP yang baru harus direspon dengan berbagai penjelasan yang bisa dipahami masyarakat dengan membuka ruang diskusi seluas-luasnya," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Diskursus HAM dalam Pembaruan KUHP yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 pada Rabu (14/12/2022).

Dalam dimoderatori Dr. Atang Irawan, S.H., M.Hum (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah).

Hadir sebagai narasumber Taufik Basari, S.H., S.Hum., LL.M (Anggota Komisi III DPR RI - Ketua Fraksi NasDem MPR RI), Dr. Abdul Haris Semendawai, S.H., LL.M (Wakil Ketua Komnas HAM Republik Indonesia), Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, S.H., M.Hum (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga) dan Dr. Albert Aries, S.H., M.H. (Juru bicara Tim Sosialisasi RKUHP).

Baca juga: KUHP Baru Jadi Senjata Baru Perangi Tindak Terorisme dan Efektifkan Upaya Deradikalisasi

Selain itu hadir pula Fatia Maulidiyanti, S.IP (Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Muhammad Isnur (Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia/YLBHI) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, dengan KUHP yang saat ini masih bersandar pada hukum di masa kolonial, pembaruan dasar hukum pidana adalah sebuah keharusan untuk menyesuaikan dengan kondisi negara yang sudah jauh berbeda.

Dalam proses pembangunan nasional, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari penyesuaian berbagai instrumen hukum dalam upaya menjawab kebutuhan zaman mesti meletakkan paradigma keberagaman dalam setiap asumsi dan pertimbangan pengambilan keputusan.

Berita Rekomendasi

Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu berharap masukan dari para narasumber dalam diskusi kali ini dapat memperkaya persepsi dan pemahaman terkait diskursus HAM dalam proses pembaruan KUHP.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menegaskan, perkembangan zaman menuntut adaptasi terkait kebutuhan perlindungan, aturan dan hukum sehingga sangat penting untuk mewujudkan hukum pidana nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Wakil Ketua Komnas HAM Republik Indonesia, Abdul Haris Semendawai menilai lahirnya UU KUHP yang baru disahkan beberapa waktu lalu adalah sebuah keberhasilan dalam upaya memperbaharui KUHP, yang sudah berusia lebih dari 200 tahun, sehingga perlu diapresiasi.

Apalagi, ujar Abdul Haris, tujuan perubahan KUHP kali ini dalam rangka menghormati dan menjunjung tinggi HAM.

Lahirnya KUHP yang baru ini, tambah dia, juga dalam upaya menyesuaikan kondisi yang ada saat ini, seperti ada sejumlah tindak pidana yang diatur dalam KUHP baru setelah negara meratifikasi beberapa konvensi di dunia yang tidak terakomodasi pada KUHP yang lama.

Pada KUHP yang baru ini, ujar Abdul Haris, juga sudah diakomodasi tindak pidana terkait antidiskriminasi.

Terkait sanksi pidana, jelasnya, dalam KUHP baru ini tidak hanya mengatur tindak pidana penjara dan denda, namun juga mengakomodasi sanksi sosial yang bisa mengurangi kepadatan dalam lembaga pemasyarakatan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas