Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Kejahatan Seksual, ISESS: Kepolisian Harus Ubah Pandangan dari Delik Aduan Jadi Pidana Umum

Bambang Rukminto menyebut kepolisian harus mengubah cara pandang terkait kejahatan seksual, bukan sebagai delik aduan tetapi menjadi pidana umum.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Soal Kejahatan Seksual, ISESS: Kepolisian Harus Ubah Pandangan dari Delik Aduan Jadi Pidana Umum
ISTIMEWA
Ilustrasi korban kejahatan seksual seks - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyebut kepolisian harus mengubah cara pandang terkait kejahatan seksual, bukan sebagai delik aduan tetapi menjadi pidana umum. 

TRIBUNNEWS.COM - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyebut kepolisian harus mengubah cara pandang terkait kejahatan seksual, bukan sebagai delik aduan tetapi menjadi pidana umum.

Bambang menilai penanganan kejahatan seksual sebagai pidana umum bisa membuat tidak ada lagi kasus pencabutan perkara.

"Kepolisian harus mengubah cara pandang mereka terkait kejahatan seksual, bukan sebagai delik aduan murni yang sangat rawan untuk tarik ulur, tetapi menjadi pidana umum sesuai pasal 289 dan 290 KUHP," ungkap Bambang kepada Tribunnews.com, Selasa (15/12/2022).

Menurut Bambang, bila sudah memenuhi unsur-unsur pidana dan ada bukti maupun saksi yang cukup, kasus kejahatan seksual harus terus diproses ke pengadilan.

"Polisi cukup jadi penyidik saja, tentunya dengan didukung crime investigation science, sehingga hakim di pengadilanlah yang memberikan ketetapan hukum," ungkapnya.

Baca juga: Mahasiswa Terduga Pelaku Pelecehan Seksual di Depok Dipaksa Minum Air Kencing, Begini Kronologisnya

Restorative Justice Kerap Disalahpahami

Lebih lanjut, Bambang menilai semangat restorative justice dalam kasus seksual sering kali disalahpahami.

Berita Rekomendasi

Sehingga seringkali kasus kejahatan seksual selesai di tingkat penyelidikan.

"Harusnya tetap diproses sampai ke pengadilan agar mendapat ketetapan hukum. demikian pelaku tentu juga harus diproses hukum sampai ke pengadilan," ungkap Bambang.

Baca juga: KemenPPPA Beri Pendampingan Psikologis terhadap Korban Kekerasan Seksual di Jakarta Barat

Bunyi Pasal 289 dan 290 KUHP

Dikutip dari laman BPHN, berikut bunyi pasal 289 dan 290 KUHP :

Pasal 289 KUHP :

“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-selamanya sembilan tahun.”

Pasal 290 KUHP :

“Dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun:

1. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.

2. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin.

3. Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.”

Beda Delik Aduan dan Delik Umum

Dilansir Tribun Medan dari buku Drs. P.A.F. Lamintang berjudul "Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia" (hal. 217-218) memberi pengertian delik aduan dan delik biasa, sebagai berikut:

“Delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan."

"Sedangkan delik biasa adalah tindak pidana yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan."

Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa terhadap permohonan pemrosesan peristiwa pidana yang termasuk delik aduan hanya dapat ditindaklanjuti oleh yang berwajib (dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh polisi, kejaksaan, dan hakim). 

Apabila didahului dengan pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan, sedangkan permohonan pemrosesan peristiwa pidana yang termasuk delik biasa dapat ditindaklanjuti oleh yang berwajib tanpa harus didahului dengan pengaduan terlebih dahulu.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (Tribun-Medan.com/Goklas Wisely)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas