KPK: Hakim Yustisial Edy Wibowo Terima Suap Rp3,7 Miliar untuk Mainkan Putusan Kasasi Kepailitan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA), Edy Wibowo.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA), Edy Wibowo, sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara.
KPK menduga Edy Wibowo menerima suap sebesar Rp3,7 miliar untuk memainkan putusan kasasi kepailitan.
"Sebagai tanda jadi kesepakatan, diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 miliar kepada EW (Edy Wibowo) yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).
Suap terhadap Edy Wibowo diawali adanya gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Negeri Makasar yang diajukan oleh PT Mulya Husada Jaya (MHJ) sebagai pihak pemohon dengan Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (SKM) sebagai termohon.
Selama proses persidangan sampai dengan agenda pembacaan putusan, majelis hakim kemudian memutuskan bahwa Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Atas putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar tidak dinyatakan pailit.
"Sekitar Agustus 2022, agar proses kasasi ini dapat dikabulkan, diduga perwakilan dari Yayasan Rumah Sakit SKM yaitu Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan meminta MH (Muhajir Habibie) dan AB (Albasri) selaku PNS pada MA untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi tersebut yang diduga disertai adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang," kata Firli.
Sebagai tanda jadi kesepakatan, KPK menduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 miliar kepada Edy yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA yang diterima melalui Muhajir dan Albasri sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya.
Baca juga: KPK Tahan Hakim Yustisial Mahkamah Agung Edy Wibowo 20 Hari di Rutan Gedung Merah Putih
Untuk serah terima uang, diduga dilakukan selama proses kasasi masih berlangsung di MA.
"Adapun pemberian sejumlah uang tersebut diduga untuk mempengaruhi isi putusan dan setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang di inginkan Wahyudi Hardi dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit," ujar Firli.
Atas perbuatannya, Edy Wibowo bersama-sama Muhajir Habibie dan Albasri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
KPK menerangkan bahwa kasus Edy Wibowo merupakan pengembangan dari penyidikan perkara dua hakim agung, yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
KPK sebelumnya telah menetapkan 13 tersangka terkait pengurusan perkara di MA, yakni:
1) Sudrajad Dimyati, Hakim Agung pada Mahkamah Agung.
2) Gazalba Saleh, Hakim Agung pada Mahkamah Agung.
3) Prasetyo Nugroho, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA dan Asisten Hakim Agung Gazalba.
4) Redhy Novarisza, PNS Mahkamah Agung/staf
5) Elly Tri Pangestu, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung.
6) Desy Yustria, PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung.
7) Muhajir Habibie, PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung.
8) Nurmanto Akmal, PNS Mahkamah Agung.
9) Albasri, PNS Mahkamah Agung.
10) Yosep Parera, Pengacara.
11) Eko Suparno, Pengacara.
12) Heryanto Tanaka, Swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
13) Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana.