Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Isyaratkan Reshuffle, Jokowi Bakal Singkirkan Menteri Nasdem?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memberikan sinyal kemungkinan adanya perombakan menteri di Kabinet Indonesia Maju atau reshuffle.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Isyaratkan Reshuffle, Jokowi Bakal Singkirkan Menteri Nasdem?
Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo meresmikan Bendungan Semantok di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Selasa (20/12/2022. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memberikan sinyal kemungkinan adanya perombakan menteri di Kabinet Indonesia Maju atau reshuffle.

Peryataan itu disampaikan Presiden Jokowi saat ditanya perihal hasil Survei Charta Politika yang menunjukkan mayoritas publik menginginkan adanya reshuffle kabinet.

Usai meresmikan Bendungan di Kabupaten Bogor, pada Jumat (23/12), Jokowi menjawab singkat bahwa reshuffle tersebut mungkin dilakukan.

“Mungkin (dilakukan reshuffle),” kata Presiden Jokowi.

Baca juga: Daftar Reshuffle Kabinet yang Pernah Dilakukan Jokowi Sejak Periode Pertama

Meski begitu, Presiden Jokowi tidak menyebut secara pasti kapan reshuffle tersebut akan dilakukan. Apakah akhir tahun 2022 atau awal tahun 2023, mendatang.

“Ya nanti (akan ada reshuffle),” ucap Jokowi.

Memang, dalam survei Charta Politika memotret soal persepsi publik terhadap para menteri di Kabinet Indonesia Maju.

Berita Rekomendasi

Survei dilakukan pada tanggal 8 - 16 Desember 2022 hasilnya menunjukan sebanyak 60,5 persen menyatakan puas terhadap kinerja para menteri. Lalu, 32, 7 persen menyatakan tidak puas dan 6,9 persen menyatakan tidak tahu/tidak menjawab.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya berpandangan, bahwa tingkat kepercayaan yang tinggi publik terhadap Presiden Jokowi masih menjadi faktor bahwa kinerja menteri baik.

"Sosok kepercayaan terhadap presiden dan wapres ini masih menjadi faktor dab lebih punya peran," kata Yunarto dalam rilis surveinya, Kamis.

Meski demikian, publik juga dimintai soal persepsinya apakah perlu di lakukan reshuffle kabinet saat ini.

Hasilnya, 61,8 persen setuju jika dilakukan reshuffle kabinet. Sedangkan, 26,6 persen tidak setuju dan 11,7 persen menyatakan tidak tahu/tidak menjawab.

"Pekerjaan rumah untuk presiden Jokowi, kalau ingin meninggalkan legecy memastikan bukan hanya dirinya yang dicintai masyarakat, tetapi kinerja dari menterinya bisa menopang kepuasan dan kepercayaan publik terhadap beliau," papar Yunarto.

Baca juga: Menilik Rabu Pon dan Rabu Pahing dalam Jejak Jokowi Lakukan Reshuffle Kabinet

"Apalagi menjelang Pemilu, ada menteri-menteri yang ingin nyapres, warpres, bahkan menteri dari parpol yang kecenderungan posisi politiknya agak berbeda, ini perlu menjadi catatan terutama di dua tahun terakhir ini," jelasnya.

Sebagai informasi, survei dilakukan melalui wawancara tatap muka secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur.

Jumlah sampel sebanyak 1220 responden, yang tersebar di 34 Provinsi. Metodologi yang digunakan adalah metode acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error kurang lebih (2.83 persen) pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin mengatakan, bahwa dirinya pernah memprediksi jika Presiden Jokowi akan membuka peluang reshuffle kabinet usai gelaran G20 di Bali.

Baca juga: Jokowi Singgung Reshuffle, PDIP Terang-terangan Minta Menteri NasDem Dievaluasi & Komentar Pengamat

"Nah sekarang Pak Jokowi sudah mengatakan sendiri, akan ada reshuffle. Sehingga hal itu ada semakin kuat," kata Ujang saat dihubungi, Jumat.

Ujang juga menilai, jika peryataan Presiden kali ini semakin menguatkan soal isu reshuffle.

Namun, dia mengatakan bahwa isu reshuffle kali ini bukan berkaitan dengan kinerja para menteri. Ujang justru menyebut jika reshuffle mendatang akan berkaitan dengan faktor politik.

Terutama, pasca Partai NasDem yang berada di dalam koalisi pemerintahan mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (Capres) di 2024.

"Saya melihat ini bukan faktor kinerja atau apa, tetapi faktor politik. Kelihatannya pada persoalan politik, pada persoalan NasDem yang dianggap dia sudah mencapreskan Anies, dan itu tidak disukai oleh Jokowi," ucap Ujang.

Ujang juga menyebut, akan ada kemungkinan Presiden Jokowi melakukan reshuffle terhadap 3 menteri dari Partai NasDem. Hal itu mengingat bahwa Presiden memiliki hak preogratif dalam menentukan kabinet.

Jokowi telah melantik menteri terbarunya yaitu Zulkifli Hasan (Mendag) dan Hadi Tjahjanto (Menteri ATR/BPN) pada hari ini Rabu (15/6/2022).
Jokowi telah melantik menteri terbarunya yaitu Zulkifli Hasan (Mendag) dan Hadi Tjahjanto (Menteri ATR/BPN) pada hari ini Rabu (15/6/2022). (Tangkap layar dari YouTube Sekretariat Presiden)

"Apakah akan dihabiskan (Menteri dari NasDem) bisa jadi. Atau di reshuffle dua, atau satu atau semuanya. Semua itu menjadi hak preogratif presiden Jokowi, siapapun yang di reshiffle tergantung Jokowi," terang Ujang.

Sebelumnya, pada Kamis, 13 Oktober 2022 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga membuka wacana akan adanya reshuffle atau perombakan menteri di jajaran Kabinet Indonesia Maju.

Jokowi secara terang-terangan menyebut, jika rencana untuk reshuffle kabinet selalu ada.

Pernyataan Presiden Jokowi tersebut menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan adanya reshuffle setelah Partai NasDem yang merupakan partai koalisi pemerintah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden pada 2024, mendatang.

Baca juga: Soal Kemungkinan Reshuffle Kabinet Jokowi, Nasdem Akui Siap Terima Keputusan Apapun

“Rencana selalu ada,” kata Jokowi usai meninjau proyek kereta cepat di Bandung, Jawa Barat.

Menurut Kepala Negara, rencana tersebut nantinya akan diputuskan apakah akan dilakukan atau tidak.

“Pelaksanaannya nanti diputuskan,” terang Jokowi.

Rencana Presiden Jokowi itu pun bak gayung bersambut. Dimana, PDI Perjuangan yang merupakan partai pengusung Jokowi mendukung langkah tersebut.

Melalui Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto, pihaknya mengatakan bahwa Presiden Jokowi memerlukan menteri yang loyal dan solid untuk mendampinginya dalam menyelesaikan masalah.

"Pak Jokowi perlu menteri yang loyal dan solid untuk bekerja bersama demi menyelesaikan masalah rakyat," kata Hasto di kantor Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Kamis.

Hasto menuturkan hal tersebut guna pemerintahan Jokowi-Ma'ruf berada dalam kondisi 'sense of happiness' di pemilihan umum (Pemilu) 2024.

"Supaya nanti di pemilu 2024 dalam kondisi sense of happiness yang tinggi karena kabinet saat ini telah mencapai sejumlah prestasi yang tinggi dalam memikirkan rakyatnya," ujarnya.

Ia menyebut Jokowi berhak melakukan perombakan kepada para menterinya yang tak sejalan dengan perintahnya.

"Sehingga Pak Jokowi akan menggunakan kewenangan penuh yang dimiliknya untuk melakukan evaluasi kepada menterinya yang tidak menjalankan perintah presiden," ucapnya.

Lebih lanjut, Hasto juga menyingung menteri yang antitesa terhadap visi-misi Presiden Jokowi.

"Terutama menteri yang melakukan antitesa dari visi dan misi presiden," jelasnya.

Djarot Singgung Evaluasi Kinerja Menteri

Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat berbicara soal wacana perubahan susunan menteri atau reshuffle di Kabinet Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dia mengatakan bahwa keputusan untuk mereshuffle menteri merupakan hak prerogatif presiden.

Namun di sisi lain, Djarot menilai pentingnya evaluasi menteri menjelang akhir jabatan Presiden Jokowi.

“Kalau reshuffle urusan Pak Jokowi untuk bisa mengevaluasi. Evaluasi kinerja seluruh menteri, apalagi menjelang berakhir masa jabatan presiden,” kata Djarot di sela-sela diskusi publik ‘Bahaya dan Antisipasi Menghadapi Politik Identitas Jelang Pemilu 2024, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (23/12/2022).

“Sehingga program-program yang sudah dicanangkan oleh Pak Jokowi itu betu-betul bisa tercapai. Sudah waktunya dievalusasi,” lanjutnya.

Ia pun mencontohkan soal swasembada beras. Djarot yang juga Anggota Komisi IV DPR RI ini mengaku prihatin Indonesia masih mengimpor beras.

Padahal, lanjut dia, Indonesia merupakan negara agraris yang sempat menggembar-gemborkan swasembada beras pada era lampau.

“Kita sudah di masa lalu gembar gembor kita swasembada beras, tapi ternyata kita impor beras ketika harganya naik,” tuturnya.

Menurutnya, seharusnya pemerintah berupaya untuk mengintervensi agar tidak mengimpor beras dari kuar negeri.

Sebab dia khawatir jika pemerintah tetap mengimpor beras, di tengah panen raya, maka akan mengorbankan para petani.

“Justru harusnya pemerintahnya intervensi dong. Jangan sampai pasa saat musim panen raya dan harganya baik, kemudian dihajar sama beras impor. Yang sakit petani,” tuturnya. (Tribun Network).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas