JSLG Sorot Isu Politik Selama 2022 dari Penundaan Pemilu hingga Politik Identitas
Jimly School of Law and Government (JSLG) menyoroti sejumlah isu yang menjadi perhatian masyarakat selama 2022, satu di antaranya ialah bidang politik
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Arif Fajar Nasucha
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jimly School of Law and Government (JSLG) menyoroti sejumlah isu yang menjadi perhatian masyarakat selama 2022, satu di antaranya ialah bidang politik.
Isu politik yang menjadi perhatian adalah terkait penundaan pemilu. Direktur JSLG, M Muslih menegaskan argumen penundaan Pemilu tidak bisa dibenarkan karena bertentangan dengan demokrasi.
"Isu dan pemikiran penundaan pemilihan umum maupun perpanjangan masa jabatan presiden dinilai JSLG mengganggu kehidupan berdemokrasi, dan bentuk pelanggaran terhadap konstitusi. Termasuk kepentingan pragmatis untuk melakukan amendemen UUD 1945," katanya kepada awak media, Jumat (23/12/2022).
Lebih lanjut, Muslih juga melihat selama 2022 komunikasi politik di Indonesia belum begitu mendidik dan mencerahkan publik. Hal ini terlihat dari mencuatnya politik identitas memasuki tahun politik.
Sehingga, jelas Muslih, bisa menjadi penyebab polarisasi masyarakat pascapemilu.
Tak hanya itu, mahalnya biaya politik, presidential threshold (PT) hingga permasalahan sumber pendanaan partai politik juga jadi sorotan.
"Terlebih pendanaan partai berimplikasi munculnya politik transaksional, baik pesta demokrasi nasional maupun lokal, melahirkan sistem oligarkhi dalam kekuasaan pemerintahan," tegas Muslih.
Baca juga: Lemhannas Hasilkan 42 Rekomendasi Kebijakan Terhadap 5 Isu yang Diminta Presiden Jokowi
Sehingga, dengan makin dekatnya masuk tahun pertarungan politik, JSLG mendorong para aktor politik ke depan untuk melakukan komunikasi politik yang mendidik dan mencerahkan publik
Kemudian, mendorong adanya keseimbangan di antara empat organ kekuasaan, yakni: negara, korporasi, civil society, dan media massa dalam menjalankan fungsinya.
"Mendorong demokratisasi di internal partai politik, transparansi keuangan partai politik, melanjutkan reformasi sistem pemilu, jaminan independensi penyelenggara pemilu, dan penguatan konsolidasi masyarakat sipil" katanya.
"Melakukan kesepakatan bersama atau pakta integritas diantara partai politik peserta pemilu 2024 yang bersih, transparan, dan persatuan dalam kebhinnekaan, serta meniadakan politik identitas dan polarisasi masyarakat pasca pemilu," Muslih menambahkan.