Kampanyekan Indonesia Penyampah Laut Terbesar, LSM Minta Maaf dan Cabut Laporan
Ocean Conservancy, LSM asal Amerika Serikat meminta maaf atas “narasi salah” yang menyebut Indonesia penyampah laut terbesar.
Penulis: Matheus Elmerio Manalu
Editor: Vincentius Haru Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM - Ocean Conservancy mencabut laporannya bertajuk “Stemming The Tide” yang menyalahkan negara-negara di Asia timur dan tenggara atas polusi sampah plastik di lautan. Demikian dilaporkan The Guardian pada 15 September 2022. LSM lingkungan asal Amerika Serikat itu juga meminta maaf atas “narasi salah” yang mereka buat berdasarkan riset peneliti dari Universitas Georgia, Jenna Jambeck.
Penelitian yang diterbitkan oleh jurnal Science pada 12 Februari 2015 itu menjadi perbincangan hangat di kalangan pemerintah dan LSM lingkungan di Indonesia. Ini karena Jambeck memasukkan Indonesia ke dalam lima besar penyumbang sampah plastik terbesar ke lautan dengan urutan Tiongkok, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Srilanka.
Jambeck sempat diundang oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat ke Indonesia pada Juni 2017 untuk menyosialisasikan hasil penelitiannya. Selama di Indonesia, Jambeck berbicara kepada sejumlah LSM lingkungan, seperti Walhi, Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), BaliFokus Foundation, serta Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), para akademisi, dan media.
Penelitian Jambeck itulah yang dipromosikan dan dikampanyekan oleh Ocean Conservancy melalui laporan “Stemming The Tide”. Laporan itu juga menjadikan insinerasi dan teknologi “limbah menjadi energi” (waste-to-energy) sebagai “solusi” untuk mengatasi krisis sampah plastik. Diterbitkan pada September 2015, “Stemming The Tide” dikecam dengan julukan “kolonialisme sampah” oleh ratusan kelompok keadilan lingkungan, kesehatan, dan sosial di seluruh Asia.
Pada 10 Juli 2022, dalam siaran pers di situs webnya, Ocean Conservancy secara terbuka meminta maaf karena telah berlaku tidak adil kepada lima negara itu. Mereka mengakui “narasi” bahwa kelima negara di Asia itu bertanggung jawab atas produksi sampah plastik di lautan telah mengabaikan peran negara-negara maju untuk kelebihan produksi plastik dan ekspor limbahnya ke negara-negara berkembang dengan kedok perdagangan.
“Pencabutan laporan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini adalah kesempatan untuk menghentikan kolonialisme limbah yang sudah berlangsung berdekade-dekade,” kata Froilan Grate, koordinator Asia-Pasifik Gaia, aliansi dari 800 kelompok pengurangan limbah di 90 negara.
Menurut Grate, laporan tersebut tidak hanya “keliru menyalahkan” lima negara tersebut atas sebagian besar polusi plastik, tetapi juga telah “menyesatkan” pemerintah dan masyarakat selama bertahun-tahun untuk berpikir bahwa membakar sampah plastik adalah solusi masalah ini. Ocean Conservancy, menurutnya, juga telah meremehkan dampak dari pembakaran sampah plastik dalam kaitan dengan iklim dan kesehatan masyarakat.
“Stemming the Tide”, menurut The Guardian, ditulis oleh perusahaan konsultan global McKinsey dengan arahan dari sejumlah lembaga dan perusahaan. Laporan ini pun sering dikutip oleh anggota parlemen dan badan federal Amerika Serikat, seperti Environmental Protection Agency (EPA).
Padahal, Amerika Serikat termasuk negara yang harus bertanggung jawab atas limbah plastik di negara-negara berkembang karena ikut mengekspor limbah mereka dengan dalih ‘perdagangan’. Dalam siaran persnya, Ocean Conservancy mengakui telah gagal melihat akar penyebab sampah plastik.
“Dengan berfokus secara sempit pada satu kawasan di dunia (Asia timur dan tenggara), kami membuat narasi tentang siapa yang bertanggung jawab atas krisis polusi plastik di laut, dan gagal mengakui peran besar negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat, yang telah berperan dan terus berperan besar dalam menghasilkan dan mengekspor sampah plastik ke wilayah ini. Ini salah.” Tegasnya.
Berdasarkan sejumlah data, Amerika Serikat ironisnya menempati urutan ketiga di antara negara-negara yang berkontribusi terhadap polusi plastik di lautan. Ini berlawanan dengan kampanye luas bahwa Amerika Serikat telah berhasil mengelola limbah plastiknya, sekaligus menggarisbawahi jejak limbah Negeri Paman Sam itu ke negara-negara berkembang.[]
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.