Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketahanan Pangan Nasional: Mencapai Visi Kedaulatan ditengah Krisis Pangan Dunia

Praktisi Strategi, Intelijen, dan Ketahanan Pangan dari Universitas Indonesia, Aji Bintara mengatakan Misi Strategis di bidang Pangan harus menjadi

Penulis: Toni Bramantoro
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Ketahanan Pangan Nasional: Mencapai Visi Kedaulatan ditengah Krisis Pangan Dunia
Dokumentasi acara
Praktisi Strategi, Intelijen, dan Ketahanan Pangan dari Universitas Indonesia, Aji Bintara 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2023 diprediksi para ekonom dan berbagai kalangan usaha sebagai tahun yang relatif sulit.

Outlook ekonomi relatif buruk dengan ancaman global di depan mata, seperti Ekskalasi Perang Rusia-Ukraina, Peningkatan Tensi Geo-politik dunia, Inflasi, serta Krisis Pangan Dunia.

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva mengatakan terdapat 48 negara terkena krisis pangan secara khusus, dari jumlah tersebut 20 negara membutuhkan bantuan khusus karena terjadi 'food shock' untuk mengatasi darurat pangan tersebut.

Sebagai negeri agraris dan maritim, Indonesia harus menentukan langkah dan kebijakan penting dalam mengatasi Krisis Pangan Dunia, khususnya dalam membentuk kemandirian dan kedaulatan pangan.

Kebijakan terkait Ketahanan Pangan, dan penguatan ekonomi agraria dan maritim secara simultan, menjadi agenda khusus Pemerintah kedepan khususnya di tahun 2023.

Ditemui seusai penandatanganan Kontrak Ketahanan Pangan Produk UMKM Nasional, antara Hans Mart Indonesia (Mini market khusus Produk Ketahanan Pangan) dan Promosindo Group, Praktisi Strategi, Intelijen, dan Ketahanan Pangan dari Universitas Indonesia, Aji Bintara mengatakan Misi Strategis di bidang Pangan harus menjadi "Top Priority" para pengambil kebijakan, pelaksana pejabat daerah, pelaku usaha, dan juga investor.

"Ketahanan Pangan harus menjadi Prioritas Utama Kebijakan Pemerintah dalam menghadapi tantangan nasional dan global tahun mendatang. Bukan hanya soal food availability, tapi isu terkait akselerasi pemanfaatan lahan sebagai lumbung pangan kita, dimana moto 'Bumi Kita adalah Pangan Kita' menjadi pedoman filosofis yang esensial, serta isu integrasi hasil pertanian industri dibidang pangan, termasuk aspek distribusi kepada masyarakat," ungkap Aji Bintara.

BERITA REKOMENDASI

Secara statistik, Indonesia diakuinya masih mengimpor beras (periode Januari - November 2022) sebanyak 326.5 ribu ton beras.

Lalu Impor Gandum mendapai 11 juta ton/tahun, serta Impor komoditas pangan lain seperti Cabai, Jagung, kedelai, dan bawang.

Artinya, Indonesia masih jauh dari Falsafah Berdikari Terkait Pangan.

Hal ini menjadi catatan utama dan permasalahan strategis bangsa yang harus diperbaiki untuk menghadapi tantangan ekonomi global mendatang.

Menurut Aji, yang terpenting adalah memiliki kesamaan visi bersama, kesamaan dasar filosofis, dan implementasi blue print Ketahanan dan Kedaulatan Pangan yang tidak terpisahkan dari Perilaku dan Kehidupan Masyarakat sehari-hari.

"Krisis tahun 2023 sebenarnya tidak terlalu besar dampaknya terhadap perekonomian Indonesia secara menyeluruh, karena PDB kt ditopang oleh konsumsi domestik, bukan transaksi ekspor-impor. Hal yang perlu diperhatikan khusus adalah soal inflasi dan integrasi sistem pangan, utamanya hilirisasi. Perlu Visi bersama antara Kebijakan Pemerintah Presiden Jokowi, misalnya dalam membangun sentra-sentra Pangan, dengan keunikan dan kebiasaan daerahnya masing-masing, dan harmonisasi dengan Pola Industrialisasi, dimana pabrik-pabrik besar harus mampu menyerap produk hasil pertanian sebagai salah satu sumber bahan baku yang terdiversifikasi, sehingga embedness semakin tinggi, dari petani kita untuk industri kita. Ketika pos-pos logistik dibangun dan integrasi dilakukan, inflasi di berbagai daerah menjadi controllable dan ekonomi berputar di sekitar Rakyat dan Pelaku Usaha Industri Lokal. Sinergitas ini merupakan aspek utama pencapaian Kemandirian dan Kedaulatan Pangan," paparnya.

Baca juga: Mentan Syahrul Yasin Limpo: Semua Negara Resah Hadapi Krisis Pangan pada Tahun Depan

Terkait potensi krisis pangan dunia yang berdampak ke Indonesia, menurut Aji, hal tersebut tidak perlu terlalu dikhawatirkan namun tetap dalam frame kehati-hatian, utamanya bagi pemerintah dan masyarakat petani dan industri pangan. Karena, selain faktor resiko, Indonesia juga harus mempertimbangkan keberadaan Faktor Peluang di tengah krisis pangan global ini, sebagai langkah inovatif dan progresif dibidang pertanian untuk meningkatkan daya saing ekonomi lokal dan nasional.

"Hemat saya, masyarakat tidak perlu terlalu khawatir, karena prinsip Back To Basic, yaitu kembali berekonomi ke sektor-sektor riil, menjadi langkah 'crisis deterrence' terbaik. Kembali kepada Filosofi Marhaenisme, penting bagi negara hadir dalam menguatkan pelaku-pelaku sektor pertanian untuk menghasilkan kecukupan kebutuhan pangan warga negara dan surplus untuk bertransaksi secara efisien di pasar domestik. Langkah Inovatif dan Progresif sangat menentukan kedepan dan itu tidak bisa dilakukan secara parsial, misal petani sendiri, atau pelaku industri sendiri, melainkan secara kolaboratif seluruh stakeholders pangan," papar Aji.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas