Sepanjang 2022, BNPT Temukan 600 Situs Bermuatan Unsur Radikal Sebarkan 900 Konten Propaganda
Fenomena radikalisasi di dunia maya yang semakin meningkat seiring dengan masifnya penggunaan internet sejak pandemi Covid-19 melanda dunia.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) menemukan lebih dari 600 situs atau akun di berbagai platform media sosial yang bermuatan unsur radikal dalam rentang Januari - Desember 2022.
Dari 600 akun tersebut menyebarkan lebih dari 900 konten propaganda radikalisasi.
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan fenomena radikalisasi di dunia maya yang semakin meningkat seiring dengan masifnya penggunaan internet sejak pandemi Covid-19 melanda dunia.
"Kurang lebih ada 900 konten propaganda yang intinya anti dengan NKRI, menyebarkan konten-konten intoleran dan bahkan ada istilah perang takfiri. Konten-konten yang kecenderungannya menjadikan narasi kafir itu menjadi semangat permusuhan diantara anak bangsa," kata Boy pada acara Pernyataan Pers Akhir Tahun 2022 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) di Jakarta, Rabu (28/12/2022).
Baca juga: BNPT Serahkan Sertifikat Standar Pengamanan Objek Vital Strategis dan Fasilitas Publik
BNPT telah melaksanakan monitoring akun dan menemukan 167 akun intoleran di Facebook, 156 kontak/grup WhatsApp, 119 channel/grup telegram, 85 akun Twitter, 50 akun Instagram, 24 akun Youtube, 15 link di akun media sosial lainnya.
Selain itu BNPT juga menemukan 27 konten pendanaan dan 13 konten pelatihan.
Boy mengatakan BNPT melakukan tindakan terhadap ancaman terorisme dalam ruang siber tersebut.
BNPT RI bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait telah melakukan serangkaian upaya pencegahan melalui patroli siber, takedown, dan penegakan hukum.
Sekitar 470 akun situs yang dilakukan takedown oleh BNPT bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi-Informasi (Kominfo) dan Polri.
"Jadi ini kita kerjasamakan dengan kementerian Kominfo, mana yang masuk ranah pelanggaran hukum pidana. Selanjutnya kita koordinasikan dengan aparat penegak hukum dan penyidik Bareskrim Polri," ujarnya.