Bantah Tuduhan Jaksa, Terdakwa Kasus Minyak Goreng Klaim Persetujuan Ekspor Sesuai Prosedur
Terdakwa kasus minyak goreng Pierre Togar Sitanggang menyebut Persetujuan Ekspor (PE) minyak sawit mentah yang diberikan Kementan sesuai prosedur.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Endra Kurniawan
PT Musim Mas menurutnya sudah mendistribusikan minyak goreng, yang jumlahnya sudah dilaporkan ke Kemendag sebagai salah satu syarat memperoleh PE.
Distribusi dilakukan hingga tingkat distributor pertama.
Hal tersebut antara lain dikarenakan pihaknya tidak memiliki jaringan yang bisa mengatur distribusi minyak hingga ke pengecer terakhir.
Pierre Togar Sitanggang menganggap negara melarang perusahaan membangun jaringan dari hulu hingga hilir, karena akan memicu oligopoli.
"Fakta hukumnya, Tim Verifikator Kementerian Perdagangan RI yang bertugas untuk melakukan proses verifikasi dokumen persyaratan permohonan PE dan juga realisasi kewajiban DMO, juga memiliki pemahaman bahwa verifikasi penyaluran minyak goreng yang diajukan sebagai kewajiban DMO, tidak sampai ke tingkat pengecer atau retail atau konsumen, melainkan cukup sampai ke distributor pertama, dan tidak ada larangan penyaluran minyak goreng ke distributor terafiliasi untuk digunakan sebagai realisasi kewajiban DMO," kata Pierre.
Selain Pierre, sejumlah orang lainnya juga ikut didakwa terlibat kasus minyak goreng.
Baca juga: Terdakwa Kasus Minyak Goreng Keberatan Dibebankan Anggaran BLT Tahun 2022 Sebesar Rp6 Triliun
Mereka antara lain adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, mantan Dirjen Daglu Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, serta Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA.
Master Parulian Tumanggor, dalam pledoinya yang dia bacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada Selasa lalu (27/12/2022), menegaskan bahwa jaksa telah keliru menganggap ekspor minyak sawit memperparah krisis minyak goreng di dalam negeri.
Dalam pledoinya, Tumanggor menegaskan bahwa krisis minyak goreng terjadi akibat kebijakan HET, yang diatur dalam Permendag 6 Tahun 2022 tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit.
“Bukan karena produksi maupun ekspor, melainkan rantai distribusi. Bapak-bapak penuntut umum kejaksaan bisa melihat fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik. Itulah yang menyebabkan kelangkaan," ujarnya.
Menurutnya, minyak goreng masih bisa ditemukan saat krisis berlangsung. Namun harganya relatif tinggi, karena mengikuti kecenderungan harga minyak sawit dunia yang saat itu memang tengah sangat tinggi.
Namun setelah diterbitkannya aturan HET, semua produk minyak goreng justru hilang dari pasaran.